Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Manakib Syaikh Abdullaah Al Harari dari Muridnya

Salah seorang murid Al Muhaddits Syaikh Abdullah Al-Harary rohimahumullaah, bercerita:


"Kuranglebih 40 tahun yang lalu, anak-anak dari (teman bermainku) membeli baju hari raya, sementara diriku tidak memiliki uang sama sekali, kemudian aku beranjak ke rumah Asy-Syaikh Abdullaah Al-Harary dalam keadaan hati yang hancur (bersedih), dan saat itu di rumah syaikh tidak ada orang lain kecuali hanya satu orang (yang sedang khidmat) dan diriku, maka kami-pun pergi menemui Syaikh dan duduk bersama beliau. Syaikh-pun meminta dari orang tersebut untuk membuatkan teh. Akhirnya tinggallah diriku bersama syaikh, lalu tiba-tiba saja beliau memasukkan tangannya ke bawah bantal dan mengeluarkan (uang sebanyak) 50 Lira (mata uang turki saat itu), setelahnya syaikh berkata: "ini ambillah, untukmu". 

Hatikupun dipenuhi berbagai prasangka, aku tidak ingin syaikh mengira aku datang untuk mengharap diberikan uang, akupun meminta maaf terhadap syaikh bahwa aku tidak bisa mengambil uang tersebut, tetapi syaikh tetap saja memaksakan, akhirnya akupun mengambilnya dengan senang hati, syaikh pun berkata: "Jangan beri tahu siapa-siapa". 

Lalu akupun pulang ke rumah dengan penuh gembira, lalu tertidur dalam keadaan uang tersebut di tanganku. Setelah aku terbangun aku masih mendapati uang itu di tanganku, lalu akupun turun dan memberikannya kepada ibuku agar ia membelikan pakaian hari raya untukku, tapi ternyata ibuku marah dan memukuliku seraya mengatakan "Dari mana engkau mencurinya!!" 

Akupun menjawab bahwa aku tidak mencurinya, tetapi tetap saja ibuku memukulku hingga akhirnya karena ia terus memukulku, aku memberitahukan bahwa Syaikh Abdullaah-lah yang memberikan uang tersebut untukku, ibuku lalu berkata: "Kalau begitu mari kita pergi ke tempat Syaikh", 

Akan tetapi pada akhirnya di pertengahan jalan ia berubah fikiran dan akhirnya membenarkanku, dan ia pun membelanjakan 35 lira untuk pakaian hari rayaku dan sisanya ia buat untuk membayar hutang (kami), dan ini adalah hari raya paling indah yang pernah aku lewati.

--------------------------------------------------------------

Seorang Murid senior Al Muhaddits Syaikh Abdullaah Al Harary bercerita:

"Ayah Syaikh Abdullaah adalah Seorang Ahli Ilmu, dari ayahnya beliau belajar Ilmu fiqh Syafi'i dimasa kecilnya (diceritakan kitab yang beliau pelajari tersebut adalah bernama Al-mukhtasharus-shagir dan Al-muqaddimatul-hadhramiyyah), serta di masa kanak-kanaknya syaikh abdullaah telah Allaah muliakan, yaitu kebersamannya dengan salah seorang waly yang bernama Syaikh Muhammad Abdussalam, beliau ini di kenal dengan julukan Ruknul balad (tiangnya negeri) beliau diantara pembesar waly quthub, gurunya (syaikh muhammad abdussalam ini) yang bernama Syaikh yusuf abdul wahhab berkata kepadanya di saat beliau menginjak usia 30 tahun:

"لقد جاءتك القطبانية"

"Telah sampai kepadamu quthbaniyyah" (istilah ini adalah tingkatan tinggi dalam ke-wali-an).

(cerita ini mereka dapatkan dari saksi-saksi hidup di harar ethiopia saat itu).

Syaikh Muhammad Abdussalam ini-lah salah satu yang memberikan perhatian besar kepada syaikh abdullaah di masa kanak-kanaknya. Syaikh Abdullaah sendiri pernah menceritakan bahwa di saat kecilnya ia selalu di ajak oleh Syaikh Muhammad Abdussalam, dan menyuruh beliau membawa dua kitab, murid beliaupun Syaikh Nabil bertanya:

"Apa yang anda lakukan dengan kedua kitab tersebut", 

beliau pun menjawab: "Syaikh Abdussalam mengajari saya dua kitab tersebut, satu kitab besar dalam fiqh syafi'i dan satu lagi kitab syarah Mulhatul i'rab (dalam ilmu nahwu)". 

Lalu syaikh Nabil bertanya: "berapa saat itu umur anda"?,

Di jawab oleh Syaikh Abdullah: "Kurang lebih delapan tahun".

-------------------------------------------------------------------------

Salah satu murid senior Al Muhaddits Syaikh Abdullah Al-Harary bercerita:

"Syaikh Abdullaah Al-Harary sepanjang hidup saya dengan beliau beliau memang seperti ini (zuhud dalam kehidupannya) dulu di awal-awal saya bersama beliau di tahun 70-an ketika beliau masih tinggal di daerah Burj Abihaidar diwaktu makan terkadang hanya ada saya dengan beliau seperti biasanya sebagian orang akan membawakan makanan mereka kepada syaikh, makanan apapun yang di hidangkan akan disambut oleh syaikh lalu mengajak saya untuk memakannya, terkadang saya mengatakan: "saya panaskan dulu (sebelum kita makan)",

Lalu di jawab oleh syaikh: "kenapa harus di panaskan? sudah kita makan apa adanya".

Dan bahkan beliau pernah bertanya: "kenapa kalian menyeterika pakaian"?, lalu aku jawab: "maulana orang-orang di sini kalau melihat seseorang tidak dengan penampilan yang sesuai (menurut mereka), mereka tidak akan terima (tidak akan mempedulikan orang tersebut tidak akan mendengar dari orang tersebut),

Beliaupun menjawab: "kalau begitu (lakukanlah sebab) Ini adalah maslahat".

Juga pernah dimasa kecil saya sewaktu bersama syaikh, beliau menyuruh saya mengambil makanan (ke dapur) lalu sayapun pergi dan membuka kulkas, dan ternyata saya tidak mendapati makanan di sana, saya kembali dan mengatakan: "tidak ada makanan",

Beliaupun mengakatan : "Bagaimana ini?! Bukankankah kita punya minyak zaitun?!, bukankah kita punya roti?!",

Saya pun menjawab: "ya (kita punya itu)",

Beliapun mengatakan: "ini adalah makanan jangan katakan tidak ada makanan!".

Saya dulu mengira bahwa minyak zaitun itu hanya untuk penghias makanan bukan makanan inti, akhirnya kami belajar dari syaikh untuk mencelupkan roti ke minyak zaitun dan memakannya lalu kami pun senang terhadap makanan ini".

---------------------------------------------------------------------

Seorang murid senior syaikh Abdullaah Al-Harary bercerita:

"Ketika kami para santri mengambil ilmu dengan guru mulia syaikh Abdullaah Al Harari maka pada pertemuan majelis ilmu berikutnya sebelum beliau memberikan pelajaran (berikutnya) akan menanyakan beberapa per-tanya-an kepada kami tentang pelajaran yang telah didapatkan sebelumnya, dan terkadang beliau bertanya lalu murid yang menjawab sudah memberikan jawaban yang benar, namun tiba-tiba beliau berkata dengan wajah keheranan:

"Siapa yang berkata seperti itu?", lalu santri tersebut-pun dengan khawatir mengatakan:

"Maulana bukan-kah guru yang menjelaskan seperti ini pada pelajaran sebelumnya?", 

lalu Syaikh Abdullaah menjawab: "benar itu saya yang menyampaikan hal itu". 

Syaikh Abdullaah Al Harari melakukan hal ini, hanya karena untuk menguji agar murid tersebut yakin dengan jawabannya dan tidak ragu-ragu sedikitpun, juga terkadang beliau sebelum menjelaskan pelajaran akan meminta kepada murid yang mengambil pelajaran tersebut untuk mentasmi'kan hafalan matannya jika ternyata murid tersebut tidak menghafalkan sebagaimana mestinya syaikh-pun terkadang tidak akan melanjutkan pelajaran untuknya, ini beliau lakukan tidak lain agar murid tersebut memahami dengan baik pelajaran yang dia ambil".

Posting Komentar untuk "Manakib Syaikh Abdullaah Al Harari dari Muridnya"