TERBARU

Redenominasi Akankah Menjadi Solusi Bagi Ekonomi Indonesia?

 Redenominasi sudah menjadi perbincangan publik hampir satu dekade namun tahun ini sepertinya menteri keuangan sudah menindaklanjuti dari program redenominasi ini. Pak Purbaya sebagai menteri keuangan saat ini (2025) telah melakukan persetujuan dan mengirimkam ke direktur Bank Indonesia. Sehingga nantinya BI yang akan mengeksekusi porgam redenominasi. 

Apa itu Redenominasi?


Gambarannya begini, Redenominasi rupiah sejak bulan oktober 2025 kemarin, sudah masuk kedalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan tahun 2025-2029, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70 tahun 2025 yang ditandatangani oleh Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keunagan Republik Indonesia. Redenominasi adalah proses penyederhanaan (pemotongan angka nol di belakang) nilai mata uang dengan cara menghilangkan beberapa nol dari nominal uang tanpa mengubah nilai riil atau daya belinya.

Misalnya, jika sebelum redenominasi Rp 1.000 sama dengan harga sepotong permen, setelah redenominasi harga permen tersebut menjadi Rp 1, namun daya belinya tetap sama, nilainya juga tetap sama. Dengan demikian, redenominasi hanya langkah politik negara agar keuangan mengubah cara penulisan nominal uang, bukan nilainya. Hal ini berbeda dengan sanering, yang mana sanering menurunkan nilai mata uang, sanering sendiri dilakukan ketika inflasi dengan tingkat keparahan yang tinggi.

Kenapa harus Redenominasi?

Dalam kajian Bennix di youtubenya, menyebutkan bahwa ada beberapa negara yang berhasil melakukan redenominasi sehingga negara tersebut meningkat harkat dan martabatnya di mata negara lainnya. Contohnya adalah Negara Turki dan Rusia.

Urgensi dari redenominasi ini sendiri yaitu tercapainya efisiensi perekonomian melalui peningkatan daya saing nasional. Selain itu, juga terjaganya kesinambungan perkembangan perekonomian nasional. Serta terjaganya nilai rupiah yang stabil sebagai wujud terpeliharanya daya beli masyarakat. Dan yang paling penting adalah meningkatnya kredibilitas Rupiah. Mata uang rupiah tambah kuat di dunia.

Dari Website Bank Indonesia memberitahukan bahwa RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) rencananya akan diselesaikan pada tahun 2027 dengan penanggungjawab Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb). Apakah benar akan di realisasikan atau mundur???

Menurut Website BI, redenominasi ini memiliki hambatan di dalam penerapan redenominasi umumnya berkaitan dengan kesiapan ekonomi, sistem, serta masyarakat. Salah satu masalah utama adalah minimnya pemahaman dan sosialisasi kepada masyarakat. Kalo memang niat melakukannya, maka seharusnya dilakukan sosialisasi secara masif, bukan setengah-setengah.

Menurut BI, apabila masyarakat belum mengerti bahwa redenominasi tidak memengaruhi nilai riil uang, dapat muncul kepanikan atau kesalah-pahaman, seperti anggapan bahwa harga barang meningkat atau nilai uang menurun. Di samping itu, faktor stabilitas ekonomi dan tingkat inflasi juga sangat berpengaruh. Oleh karena itu, redenominasi sebaiknya dilaksanakan ketika perekonomian berada dalam kondisi stabil, sebab jika inflasi tinggi, masyarakat dapat kehilangan kepercayaan terhadap mata uang yang baru.

Dan menurut BI lagi, bahwa kendala lain yang dihadapi dalam pelaksanaan redenominasi adalah tingginya biaya serta kesiapan infrastruktur yang diperlukan, seperti pembaruan sistem akuntansi, pencetakan uang baru, hingga penyesuaian dalam sistem perbankan dan administrasi keuangan.

Namun Menkeu sendiri memberitahukan bahwa redenominasi tidak akan dalam waktu dekat maupun tahun depan, hal ini juga perlu dikoordinasikan dengan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter. 

Sedangkan menurut Bennix yang dipaparkan dalam youtubenya, Redenominasi seharusnya dilakukan sekarang ini, tahun ini, karena nilai inflasi kurang dari 10%. Saat yang tepat untuk melakukannya. Karena Redenominasi dapat berhasil jika inflasi kurang dari 10%. Dan tahun inilah saat yang tepat, tahun 2025. Jika diundur beberapa tahun ke depan, akan ada pemilu dan lainnya yang belum tentu nilai inflasi ini se stabil sekarang ini.

Dalam banyak kasus internasional, redenominasi dilakukan bukan karena krisis, melainkan untuk menyederhanakan sistem ekonomi yang sudah berkembang. Indonesia berada pada momentum serupa. Nominal rupiah yang panjang sering menimbulkan kerumitan, terutama dalam transaksi bisnis, pencatatan keuangan, pelaporan pajak, hingga tampilan harga di aplikasi digital. Dengan memotong tiga nol, Indonesia dapat memiliki struktur mata uang yang lebih ringkas, mudah dibaca, dan ramah transaksi.

Selain itu, meningkatnya penggunaan pembayaran non-tunai seperti QRIS membuat perubahan nominal menjadi lebih mudah diserap masyarakat. Sistem digital sangat cepat beradaptasi—yang diperlukan hanyalah penyesuaian algoritma dan tampilan antarmuka. Inilah alasan mengapa redenominasi dinilai lebih relevan saat ini dibandingkan satu dekade lalu ketika infrastruktur pembayaran belum sekuat sekarang.

Lebih jauh, redenominasi juga dipandang sebagai upaya memperkuat citra rupiah di mata internasional. Mata uang dengan nominal puluhan ribu sering dianggap kurang praktis dalam transaksi global. Dengan struktur yang lebih efisien, Indonesia dapat meningkatkan daya saing mata uangnya dan memberikan kesan stabilitas ekonomi jangka panjang.

Bagaimana Proses Transisi Menuju Rupiah Baru?

Transisi redenominasi tidak dilakukan sekaligus, melainkan bertahap agar tidak menimbulkan kebingungan. Pada fase awal, masyarakat akan melihat label harga dalam dua versi—rupiah lama dan rupiah baru. Pendekatan “dual price” ini memberi ruang bagi masyarakat, pelaku usaha, lembaga keuangan, dan platform digital untuk beradaptasi dengan ritme yang nyaman.

Tahapan berikutnya adalah peredaran uang fisik dan digital dalam nominal baru. Pada periode ini, rupiah lama dan rupiah baru akan hidup berdampingan, namun perlahan rupiah baru akan menjadi standar utama. Setelah masa transisi selesai, rupiah lama ditarik dari peredaran dan Indonesia sepenuhnya menggunakan sistem nominal baru.

Sepanjang proses ini, edukasi publik akan menjadi kunci. Pemerintah perlu menjelaskan berkali-kali bahwa redenominasi tidak mengurangi daya beli. Pendapatan, tabungan, dan harga barang akan disesuaikan proporsional. Dengan komunikasi publik yang transparan, proses transisi dapat berjalan lebih lancar dan diterima luas oleh masyarakat.

Dan jika para pemangku kebijakan sudah bersatu padu, sebenarnya langkah redenominasi akan lebih cepat dilakukan, namun lagi-lagi banyak juga yang tidak setuju karena khawatir duit mereka hilang. Siapa mereka? tahu sendiri lah. 
Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar