Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Zakat Fitrah ditunaikan kepada siapa Penerimanya?

Apa Sih Zakat Fitrah itu? 


Zakat merupakan A'zhamumuril Islam (lima perkara yang paling agung dalam Islam) yang disebutkan dalam hadits bahwa Malaikat Jibril 'alaihissalaam ketika beliau mendatangi Nabi Muhammad Shallallaahu Alaihi Wasallam, dan kemudian bertanya (dengan tujuan memberi pendidikan Agama bagi para sahabat Nabi) tentang Iman, Islam dan Ihsan.

Jadi, Zakat tidak bisa dipisahkan dari dasar agama Islam. Zakat itu hak dalam harta seseorang untuk mereka yang paling berhak menerima zakat (Mustahiqqun) atau zakat adalah hal yang diwajibkan atas jiwa setiap orang muslim dengan syarat dan ketentuan tertentu. Zakat ada yang disebut dengan Zakat Mal (harta benda) dan yang kedua disebut Zakat Fithr/fitrah.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Baihaqi dengan jalur sanad para perawinya tsiqah (terpercaya) bahwa: "Ibadah Puasa akan menggantung antara langit dan bumi sebelum dibayarkan zakat Fitrahnya". Artinya bahwa pahala yang didapat dari puasa itu belum sempurna. jadi, tidak berarti bila tidak dibayar zakat Fitrahnya maka Ibdaha puasa seseorang tidak diterima, Akan tetapi maksudnya adalah bahwa puasa orang tersebut belum mendapatkan pahala dengan derajat yang tinggi (pahala yang sempurna).

قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿ وَأَقِيْمُوْاالصَّلاَةَ وَءَاْتُوْا الزَّكَاةَ ﴾ (البقرة : 43)
Maknanya:"Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat" (Q.S. al-Baqarah :43)

Zakat Fithrah adalah zakat yang bersifat wajib (fardlu ain) dikeluarkan oleh setiap muslim, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang yang wajib ia beri nafaqah (ia nafkahi/tanggung biaya hidupnya), misal orang-tuanya yang faqir, istri dan anak-anaknya yang belum baligh. Zakat Fithrah ini wajib dia tunaikan jika dia punya harta yang lebih dari kebutuhan pokoknya (sandang, papan, dan pangan), makanan pokoknya dan makanan pokok orang-orang yang wajib ia nafaqahi pada hari idul fitri dan malam hari raya idul fitri dan juga masih ada kelebihan untuk membayar hutang-hutangnya.

Ukuran makanan pokok yang wajib dikeluarkan zakat fithrahnya yaitu 1 sha' / 4 mudd (sekitar 2 kg). Dalam menunaikan zakat ini diwajibkan untuk niat ketika memisahkan kadar zakat yang akan ia keluarkan. Misalnya, pada saat ia memisahkan kadar zakat untuk dirinya, dalam hati ia berniat :

" هَذِهِ زَكَاةُ بَدَنِيْ "
"ini zakat badanku (diriku sendiri)".

Sedangkan zakat fitrah ini untuk anaknya yang sudah baligh, maka diharuskan untuk meminta izin terlebih dahulu dari si-anak itu. Jika tidak demikian, maka zakat itu dikhawatirkan tidak sah karena anak yang sudah baligh -secara hukum fiqh- nafaqah (biaya hidupnya) bukan lagi menjadi kewajiban orang-tuanya.

Zakat Fithrah ini wajib bagi orang untuk mengeluarkannya di bulan Ramadhan dan sebelum Shalat Idul Fitri. Jika ada bayi yang lahir setelah matahari terbenam pada akhir bulan Ramadhan (tidak mendapati bagian dari bulan Ramadhan) atau lahir pada bulan Ramadhan dan meninggal saat sebelum terbenamnya matahari pada hari terakhir bulan Ramadhan, Maka Bayi tersebut tidaklah wajib ditunaikan zakatnya.

Waktu menunaikan zakat Firah dimulai sejak dari awal Ramadhan (Ta'jil) hingga terbenamnya matahari pada hari raya idul fitri. Jika dibayarkan setelah matahari terbenam pada hari raya tanpa udzur, maka hukumnya haram. Sedangkan yang paling utama (Afdlal) adalah ditunaikan mulai masuk 1 Syawal sampai pada pagi hari raya sebelum dilaksankan sholat 'id (hukumnya sunnah). Dan ketika ditunaikan zakat setelah shalat 'Id, maka hukumnya menjadi makruh.

Orang-Orang Yang Berhak Menerima Zakat (al-Fithr)

Orang yang berhak menerima zakat al-Fithr sama juga dengan orang yang juga berhak menerima zakat-zakat yang lain, orang yang berhak telah disebutkan dalam Alquran:

﴿ إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِيْنِ وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةُ قُلُوْبُهُمْ وَفِيْ الرِّقَابِ وَالْغَارِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيْلِ...﴾ (سورة التوبة :60)
Maknanya:"Sesungguhnya zakat-zakat itu (berhak) hanyalah untuk orang-orang :

  1. Orang Faqir, yaitu orang yang tidak bekerja atau bekerja tetapi hasilnya tidak mencapai setengah dari kebutuhan pokoknya. Seperti orang yang sehari membutuhkan uang Rp.10.000,-, akan tetapi dia hanya bisa menghasilkan Rp. 4000,-.
  2. Orang Miskin, yaitu: orang yang hanya bisa memenuhi setengah saja dari kebutuhan pokoknya. Seperti orang yang dalam sehari membutuhkan Rp.10.000,- akan tetapi dia hanya bisa menghasilkan Rp. 8000,- atau Rp.7000,-.
  3. 'Amil, yaitu: Orang yang ditunjuk oleh khalifah/sulthan/negara/lembaga amil resmi dengan tanpa diberi gaji dari Baitul Mal (kas Negara) untuk mengambil (menerima) dan membagikan zakat. Dikarenakan tidak adanya khalifah di masa ini, maka 'Amil-pun menjadi tidak ada. Sedangkan panitia yang biasanya dibentuk di setiap daerah, mereka bukanlah 'Amil dalam pengertian syara'. Akan tetapi, jika Panitia ini termasuk golongan fakir atau miskin atau termasuk orang-orang yang berhak menerima zakat (selain'Amil), maka panitia ini boleh menerima zakat atas nama golongan tersebut. Sehingga Panitia yang sekarang pada dibentuk di daerah baik masjid/madrasah/sekolah dan lainnya itu status panitia hanyalah wakil dari orang yang menunaikan zakat untuk disalurkan ke orang yang berhak menerima zakat.
  4. Al-Muallafah Qulubuhum, yaitu orang yang baru masuk Islam dan niatnya masih lemah. Orang ini diberi zakat agar supaya niat masuk Islamnya menjadi kuat.
  5. Riqab yaitu Budak mukatab, yakni hamba sahaya yang memiliki perjanjian dengan tuannya, jika dia bisa membayar uang dalam jumlah tetentu, maka ia merdeka. keberadaan budak saat ini sangat jarang dijumpai bahkan hampir tidak ada, kecuali di beberapa negara seperti di Mauritania (kebanyakan para budak di sana tidak lagi diperjual-belikan seperti budak-budak zaman dahulu).
  6. Gharim, yaitu: Orang yang mempunyai hutang/berhutang bukan untuk digunakan dalam kemaksiatan dan tidak mampu melunasinya pada waktunya (sudah jatuh tempo).
  7. Fi Sabilillah : Akan diterangkan dengan detail Insya Allah.
  8. Ibnu Sabil : Musafir yangkehabisan bekal untuk bisa sampai ke tujuannya. (Q.S. At-Taubah : 60).

Golongan Fi Sabilillaah, Siapakah Mereka ?

Secara umum, golongan Fi Sabilillah dapat diartikan dengan segala amal kebajikan yang bertujuan untuk menghidupkan agama Islam. Namun dalam bab zakat, para ulama mendefinisikannya hanya dalam satu pengertian, yaitu orang yang ikut berperang di medan pertempuran melawan orang-orang kafir tanpa mendapatkan gaji sepeserpun dari khalifah atau penguasa (pejuang sukarelawan).

Adapun penafsiran sebagian orang bahwa dalam pembangunan rumah sakit, masjid atau madrasah dan aktifitas lain yang baik seperti mengajar adalah masuk dalam kategori Fi-Sabilillah yang berhak menerima (mengambil) bagian dari zakat, maka hal ini tidak bisa dibenarkan dengan beberapa alasan sebagai berikut :

  • Tidak satu-pun di antara ulama salaf, imam mujtahid atau yang setingkat dengan mereka yang mengatakan bahwa Fi-Sabilillah dalam hal zakat adalah mencakup semua amal kebaikan.
  • Pendapat tersebut muncul dari orang-orang yang belum memenuhi syarat-syarat ijtihad.
  • Pendapat tersebut menyalahi perkataan Imam Malik: "Jalan menuju Allah sangatlah banyak, tetapi aku tidak menjumpai ikhtilaf (perbedaan pendapat di kalangan para ulama) bahwa yang dimaksud fi-sabilillah (dalam hal zakat) adalah berkaitan dengan peperangan" (Ibnal 'Arabi al Maliki, Ahkam al Qur'an).
  • Adanya Ijma' (konsensus) para pakar tafsir bahwa yang dimaksud Fi-Sabilillaah dalam ayat tersebut adalah para pejuang secara suka relawan. Hal ini dapat ditela'ah dalam kitab-kitab tafsir mu'tabar seperti al-Bahr al-Muhith atau an-Nahr al-Madd karya Abu Hayyan, at-Tafsir al Kabir karya ar-Razi, Zad al-Masir karangan al-Hafizh Ibn al-Jawzi, Tafsir al-Baidlawi, Tafsir al-Qurthubi, Tafsir Ibn 'Athiyyah dan masih banyak lagi.
  • Pendefinisian Fi-Sabilillah dengan para pejuang suka relawan merupakan ijma' para ulama yang telah dinyatakan oleh para fuqaha' (ahli fiqih), antara lain: Imam Syafi'i dalam al-Umm, Juz VI, h.62, Imam Malik  dalam  al-Muwaththa', h.179, Muhammad ibn al-Hasandalam al-Mudawwanah, Juz II, h.59, Ibnu Hubairah al-Hanbali dalam al-Ifshah, h.108, Ibn Qudamah dalam al-Mughni, Ibn al-Mundzir dalam al-Irsyaf dan lain-lain. Hanya saja Imam Ahmad menambahkan bahwa termasuk juga Fi-Sabilillah dalam hal ini adalah berangkat Haji.

Dalil ayat 60 dari surat at-Taubah tersebut menggunakan lafazh "innama" (termasuk lafazdh yang berfungsi Hashr yaitu terbatas pada sesuatu yang disebutkan setelahnya) yang berarti, zakat hanya sah jika diberikan kepada delapan golongan tersebut. Dan seandainya zakat itu diperuntukkan bagi semua amal kebaikan, maka tidak ada artinya al Hashr (pembatasan) dengan lafazh tersebut. ini Sudah dijelaskan para ulama.

Baca Juga: Zakat Fitrah, Emas, Perak, Uang Kertas, dan Perdagangan

Juga sabda Rasulullah Shallallaahu Alaihi Wasallam ketika beliau berbicara tentang zakat :

"إِنَّهَالاَ تَحِلُّ لِغَنِّيٍّ وَلاَ لِذِيْ مِرَّةٍ سَوِيٍّ" (رواه أبو داود والبيهقي)

Maknanya: "Sesungguhnya zakat tidak halal bagi orang kaya dan bagi orang yang mempunyai pekerjaan yang mencukupinya (kebutuhan pokoknya)" (H.R. Abu Dawud dan al-Baihaqi)
Jika zakat dibayarkan untuk membangun rumah sakit, masjid atau madrasah, kemudian tempat-tempat itu dimanfaatkan oleh semua orang, baik kaya ataupun miskin maka hal ini jelas bertentangan dengan hadits tersebut.
Kutipan al Fakhrur Razi dari al Qaffal asy-Syasyi bahwa sebagian Fuqaha' mengatakan: "Sabilillaah" mencakup semua jalan kebaikan adalah kutipan dari orang-orang yang Majhul (tidak dikenal) dan merupakan pendapat yang rusak (menyimpang dari kebenaran) dari al-Majahil (orang-orang yang tidak dikenal) dan ini menyalahi ijma' yang telah dinyatakan oleh para ulama seperti Imam Malik. Karenanya pendapat ini tidak bisa diterima sebab menyalahi ijma' (Muhammad Zahid al Kautsari, Maqalat al-Kautsari, h.222).
Jika ada sebagian orang yang menukil dari Imam Ahmad bahwa ia mengatakan: "Zakat boleh diberikan untuk semua amal kebaikan", perlu diketahui bahwa ia menyalahi nash-nash Fuqaha Hanabilah (para ahli fiqih dari Madzhab Hanbali) sendiri seperti yang telah dikemukakan oleh Ibn Hubairah al-Hanbali dalam al Ifshah, Ibn Qudamah al Hanbali dalam al Mughni, dan juga ulama-ulama mujtahid atau yang di bawah derajat mereka dari luar kalangan Fuqaha' Hanabilah.

Karena semua ini-lah, maka para ulama seperti Sulthanal Ulama al 'Izz ibn Abdissalam berfatwa bahwa :
tidak boleh mengambil bagian zakat untuk diberikan kepada tentara muslim yang sudah mendapat gaji dari uang kas Negara, meskipun para penguasa waktu itu sangat memerlukan biaya untuk berperang melawan pasukan tartar. 
Beliau TIDAK mengatakan kepada penguasa waktu itu: "Gunakanlah harta zakat untuk setiap yang dinamakan jihad". Peristiwa ini diceritakan oleh imam Tajuddin as-Subki dalam Thabaqat asy-Syafi'iyyah dan Ibn Katsir dalam al Bidayah wa an-Nihayah.

Bahwa yang di maksud Fi-Sabilillah hanyalah para pejuang suka relawan, hal ini juga ditegaskan oleh mantan mufti mesir yang terkenal, Syekh Muhammad Bakhit al Muthi'i dan Syekh Muhammad Zahid al Kautsari yang merupakan wakil Syekh al Islamterakhir dalam Khilafah Utsmaniyyah.

Posting Komentar untuk "Zakat Fitrah ditunaikan kepada siapa Penerimanya?"