Sejarah Ketupat di Hari Raya Idul Fitri
Kata Asal kupat (Indonesia: Ketupat) tercerna dan berasal dari kata "ngaku lepat"; yang maknanya mengaku bersalah. Ketupat merupakan makanan tradisional yang khas di hari raya Idul Fitri.
Berawal dari kisah para Nabi dan rosul dalam sejarah islam, semua umat Islam telah meyakini, hanya para Nabi Allah dan para Rosulullah, serta malaikat-lah yang ma'shum (terhindar dari kesalahan). Bahkan sehebat apa-pun para wali (awliyaa) tetap tidak bisa melampaui batas kema'suman para Nabi satu pun.
Menurut Ahlussunah-waljamaah, karena benar-benar konsekwen menjalankan seluruh perintah yang bersifat wajib, menjauhi perkara yang dilarang, dan juga istiqomah dalam ibadah sunnah walau-pun hanya satu macam ibadah, maka terangkat-lah derajat mereka menjadi wali; (kekasih Allaah). Walau-pun sah-sah saja dalam pandangan syari'at dan bisa terjadi dalam kenyataan mereka pernah melakukan maksiat pada masa hidup mereka. Pada titik ini-lah para waliyullaah terbeda-kan dari para Nabi dan Rasul. Oleh Karena itu, derajat seluruh para wali (auliyaa) di dunia ini tidak bisa mengungguli derajat para nabi walau-pun seorang nabi saja.
Dan yang membedakan Para wali (waliyullooh) dari manusia biasa adalah terjamin-nya mereka (para wali) terhindar dari ucapan, perbuatan dan juga keyakinan dari perkara kufur selama hidup-nya yang dari mulai aqil baligh (mukallaf) hingga wafat. Para wali tetap tidak boleh disamakan dengan kalayak para manusia mayoritas kebanyakan sebagai bentuk ke-istiqomah-an yang telah mereka capai dalam tiga hal (ucapan, perbuatan dan keyakinan) di atas.
Sedangkan simbol beras, adalah sebagai bahan paling utama dari makanan pokok khas masyarakat Jawa yang melambangkan nafsu duniawiyah kebanyakan orang. Hanya tanah kuburan yang dapat menghentikan dan membungkam mulut seseorang yang tamak ketika dikuburkan.
Komplek-sitas masyarakat Jawa khususnya, Idul Fitri disimbolkan dengan simpul-simpul anyaman janur Kuning (daun muda pohon kelapa) yang tampak rumit bagi siapa-pun yang tidak pernah membuat anyaman kupat itu. Akan Tetapi, bagi yang sudah pernah bisa membuat kupat, maka anyaman itu adalah seni dan karya yang indah, yang jika salah anyaman -satu kali- saja akan merusak keindahan dan kerapian anyaman.
Janur pada ketupat yang menjuntai membentuk tali merupakan bentuk kiasan dari hubungan silaturrahim; yaitu ikatan tali persaudaraan yang harus dijaga sampai kapanpun agar senantiasa kuat dan terjaga.
Baca Juga: Zakat Fitrah Ditunaikan Kepada Siapa?
Ya, betapa indah-nya jika manusia dapat hidayah, tercerahkan, tersinari dan dapat menyambut atas "datangnya nur" (Arab: Jaa'a Nuur; Janur).
Dan.... maasyaaallaah Luar biasanya, adalah para manusia ini ketika orang-tua kita dulu menyebutkan datangnya Hidayah Allaah (Nuur= Hidayah-Petunjuk Nya) dengan redaksi fi'il madli yang dalam karya sastra Arab dapat bermakna pasti (tahaqquq). Sedangkan Secara literal/bahasa, janur berarti telah datang, namun yang di-kehendak-i adalah yang benar-benar datang.
Hidayah adalah sesuatu yang pasti datang-nya pada mereka manusia yang mendapatkan anugerah dari Allah Ta'ala. Sebagai pengarah dan penuntun yang pasti, tak ada keraguan di-dalam-nya untuk menuju kebahagiaan di dunia dan terutama di akhirat bagi seorang mukmin .
Wallahu A'lam
Berawal dari kisah para Nabi dan rosul dalam sejarah islam, semua umat Islam telah meyakini, hanya para Nabi Allah dan para Rosulullah, serta malaikat-lah yang ma'shum (terhindar dari kesalahan). Bahkan sehebat apa-pun para wali (awliyaa) tetap tidak bisa melampaui batas kema'suman para Nabi satu pun.
Menurut Ahlussunah-waljamaah, karena benar-benar konsekwen menjalankan seluruh perintah yang bersifat wajib, menjauhi perkara yang dilarang, dan juga istiqomah dalam ibadah sunnah walau-pun hanya satu macam ibadah, maka terangkat-lah derajat mereka menjadi wali; (kekasih Allaah). Walau-pun sah-sah saja dalam pandangan syari'at dan bisa terjadi dalam kenyataan mereka pernah melakukan maksiat pada masa hidup mereka. Pada titik ini-lah para waliyullaah terbeda-kan dari para Nabi dan Rasul. Oleh Karena itu, derajat seluruh para wali (auliyaa) di dunia ini tidak bisa mengungguli derajat para nabi walau-pun seorang nabi saja.
Dan yang membedakan Para wali (waliyullooh) dari manusia biasa adalah terjamin-nya mereka (para wali) terhindar dari ucapan, perbuatan dan juga keyakinan dari perkara kufur selama hidup-nya yang dari mulai aqil baligh (mukallaf) hingga wafat. Para wali tetap tidak boleh disamakan dengan kalayak para manusia mayoritas kebanyakan sebagai bentuk ke-istiqomah-an yang telah mereka capai dalam tiga hal (ucapan, perbuatan dan keyakinan) di atas.
Sedangkan simbol beras, adalah sebagai bahan paling utama dari makanan pokok khas masyarakat Jawa yang melambangkan nafsu duniawiyah kebanyakan orang. Hanya tanah kuburan yang dapat menghentikan dan membungkam mulut seseorang yang tamak ketika dikuburkan.
Komplek-sitas masyarakat Jawa khususnya, Idul Fitri disimbolkan dengan simpul-simpul anyaman janur Kuning (daun muda pohon kelapa) yang tampak rumit bagi siapa-pun yang tidak pernah membuat anyaman kupat itu. Akan Tetapi, bagi yang sudah pernah bisa membuat kupat, maka anyaman itu adalah seni dan karya yang indah, yang jika salah anyaman -satu kali- saja akan merusak keindahan dan kerapian anyaman.
Janur pada ketupat yang menjuntai membentuk tali merupakan bentuk kiasan dari hubungan silaturrahim; yaitu ikatan tali persaudaraan yang harus dijaga sampai kapanpun agar senantiasa kuat dan terjaga.
Baca Juga: Zakat Fitrah Ditunaikan Kepada Siapa?
Ya, betapa indah-nya jika manusia dapat hidayah, tercerahkan, tersinari dan dapat menyambut atas "datangnya nur" (Arab: Jaa'a Nuur; Janur).
Dan.... maasyaaallaah Luar biasanya, adalah para manusia ini ketika orang-tua kita dulu menyebutkan datangnya Hidayah Allaah (Nuur= Hidayah-Petunjuk Nya) dengan redaksi fi'il madli yang dalam karya sastra Arab dapat bermakna pasti (tahaqquq). Sedangkan Secara literal/bahasa, janur berarti telah datang, namun yang di-kehendak-i adalah yang benar-benar datang.
Hidayah adalah sesuatu yang pasti datang-nya pada mereka manusia yang mendapatkan anugerah dari Allah Ta'ala. Sebagai pengarah dan penuntun yang pasti, tak ada keraguan di-dalam-nya untuk menuju kebahagiaan di dunia dan terutama di akhirat bagi seorang mukmin .
Wallahu A'lam
Posting Komentar untuk "Sejarah Ketupat di Hari Raya Idul Fitri"