Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Status Suguhan Makanan dalam Tahlilan

Selama ini masih banyak yang mempertanyakan bagaimana kegiatan menyuguhkan makanan di kegiatan tahlilan dan bagaimana kedudukan hadits yang di riwayat oleh Imam Thowus ? Hal ini akan terus dipermasalahkan oleh mereka yang anti tawasul, anti tahlilan, dan mereka yang meyakini bahwa doa untuk mayit adalah sia-sia. Mereka adalah golongan perusak.


Berdasarkan QOUL para 'ulama baik dari Imam Asy-Syuyuthi di kitabnya Al Hawi Lil Fatawi maupun Imam Hajar Asqolani di kitabnya Al Fatawi Fiqiiyah.

Dijelaskan di kitab bahwa “Al-Hawi lil Fatawi” karya Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi jilid 2 halaman 169 (cetakan DKI) sebagai berikut:

قال الامام أحمد بن حنبل رضي الله عنه فى كتاب الزهد له : حدثنا هاشم بن القاسم قال: حدثنا الأشجعى عن سفيان قال قال طاوس: ان الموتى يفتنون فى قبورهم سبعا فكانوا يستحبون أن يطعموا عنهم تلك الأيام , قال الحافظ ألو نعيم فى الجنة: حدثنا أبو بكر بن مالك حدثنا عبد الله بن أحمد بن حنبل حدثنا أبى حدثنا هاشم بن القاسم حدثنا الأشجعى عن سفيان قال: قال طاوس: ان الموتى يفتنون فى قبورهم سبعا فكانوا يستحبون أن يطعموا عنهم تلك الأيام

Artinya: “Berkata Al Imam Ahmad bin Hanbal Radiyallaahu 'Anhu di dalam kitabnya yang menerangkan tentang kitab zuhud: Telah menceritakan kepadaku seseorang bernama Hasyim bin Qasim sambil berkata: Telah menceritakan kepadaku al-Asyja’i dari Sufyan sambil berkata: Telah berkata Imam Thawus (ulama besar zaman Tabi’in, wafat kira-kira tahun 110 H / 729 M): "Sesungguhnya orang-orang yang meninggal akan mendapat ujian dari Allah Ta'ala dalam kuburan mereka selama 7 hari. Maka, disunnahkan bagi mereka yang masih hidup mengadakan jamuan makan (sedekah makanan) untuk orang-orang (keluarga) yang sudah meninggal selama hari-hari tersebut". Telah berkata al-Hafiz Abu Nu’aim di dalam kitab Al-Jannah: "telah menceritakan kepadaku Abu Bakar bin Malik, telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, telah menceritakan kepadaku Ubay, telah menceritakan kepadaku Hasyim bin al-Qasim, telah menceritakan kepadaku al-Asyja’i dari Sufyan sambil berkata: telah berkata Imam Thawus: "Sesungguhnya orang-orang yang meninggal akan mendapat ujian dari Allah dalam kuburan mereka selama 7 hari pertama. Maka, disunnahkan bagi mereka yang masih hidup mengadakan jamuan makan (sedekah makanan) untuk orang-orang yang sudah meninggal selama hari-hari tersebut.”

Sementara dalam riwayat lain menyebutkan:

 عن عبيد بن عمير قال : يفتن رجلان مؤمن ومنافق, فاما المؤمن فيفتن سبعا واماالمنافق فيفتن اربعين صباحا

Dari Ubaid bin Umair, ia berkata: “Dua orang yaitu seorang mukmin dan seorang munafiq memperoleh fitnah kubur. Adapun seorang mukmin maka ia difitnah selama tujuh hari, sedangkan seorang munafiq disiksa selama empat puluh hari “.

Selain itu, di dalam kitab yang sama jilid 2 halaman 183 diterangkan sebagai berikut:

ان سنة الاطعام سبعة أيام بلغنى أنهامستمر الى الأن بمكة و المدينة فالظاهر أنها لم تترك من عهد الصحابة الى الأن و انهم أخذوها خلفا عن سلف الى الصدر الأول ِ

Artinya: “Sesungguhnya, kesunnahan memberikan sedekah makanan selama tujuh hari merupakan perbuatan yang tetap berlaku sampai sekarang (yaitu masa Imam Suyuthi abad ke-9 H) di Mekkah dan Madinah. Yang jelas kebiasaan tersebut tidak pernah ditinggalkan sejak masa sahabat sampai sekarang, dan tradisi tersebut diambil dari ulama salaf sejak generasi pertama, yaitu sahabat.

قال ابن حجر في فتاويه الفقهيه جوابا عن سُئِلَ  إنَّ الْمَوْتَى يُفْتَنُونَ في قُبُورِهِمْ أَيْ يُسْأَلُونَ كما أَطْبَقَ عليه الْعُلَمَاءُ سَبْعَةَ أَيَّامٍ هل له أَصْلٌ ؟  فَأَجَابَ بِقَوْلِهِ نعم له أَصْلٌ أَصِيلٌ فَقَدْ أَخْرَجَهُ جَمَاعَةٌ عن طَاوُسِ بِالسَّنَدِ الصَّحِيحِ وَعُبَيْدِ بن عُمَيْرٍ بِسَنَدٍ احْتَجَّ بِهِ ابن عبد الْبَرِّ وهو أَكْبَرُ من طَاوُسِ في التَّابِعِينَ بَلْ قِيلَ إنَّهُ صَحَابِيٌّ بأَنَّهُ وُلِدَ في زَمَنِهِ ﷺ وكان بَعْضُ زَمَنِ عُمَرَ بِمَكَّةَ وَمُجَاهِدٍ وَحُكْمُ هذه الرِّوَايَاتِ الثَّلَاثِ حُكْمُ الْمَرَاسِيلِ الْمَرْفُوعَةِ لان مالا يُقَالُ من جِهَةِ الرَّأْيِ إذَا جاء عن تَابِعِيٍّ يَكُونُ في حُكْمِ الْمُرْسَلِ الْمَرْفُوعِ إلَى النبي صلى اللَّهُ عليه وسلم كما بَيَّنَهُ أَئِمَّةُ وكذا عندنا اذا وقد اعتضد مرسل الطاوس بلمرلسين الآخرين بل اذا قلنا بثبوت صحيحبةص بن عمير كاتصلا بالنبي ﷺ

Telah berkata Al Hafizh Ahmad Ibn Hajar al Haitami di kitab Al Fatawi Al Fiqiyah “Sesungguhnya mayit diuji (ditanya) dalam kuburnya selama 7 hari,” adakah pernyataan tersebut memiliki asal (dasar)?… Beliau Ibnu Hajar menjawab; “Benar pernyataan tersebut memiliki sumber yang kuat dan telah diriwayatkan oleh sekelompok (jama’ah) dari Thowus dengan sanad yang shohih, dan (pernyataan tsb juga diriwayatkan) dari ‘Ubaid ibn ‘Umair dengan sanad yang shohih yang dijadikan hujjah oleh Ibn Abdil Barr, dan dia lebih tua dari Thowus dari kalangan Tabi’in, bahkan ada yang mengatakan dia (Ubaid ibn ‘Umair) termasuk Sohabiy (generasi sahabat) karena dilahirkan pada masa Rosululloh shallallaahu alaihi wasallam, dan dia tinggal di Makkah pada masa Umar, dan (juga diriwayatkan dari) Mujahid, sedang hukum tiga riwayat tersebut termasuk hadits-hadits mursal yang marfu’, karena apa yang tidak diucapkan bersumber dari pendapat (pikiran semata) jika ia datang dari seorang tabi’in maka keberadaannya masuk dalam kategori hadits Mursal yang Marfu’ pada Nabi shollallaahu alaihi wasallam, sebagaimana telah dijelaskan oleh para Imam Hadits, dan hadits Mursal adalah Hujjah bagi tiga Imam dan juga bagi kami dimana ditopang oleh dua hadits Mursal yang lain dan Mursalnya Thowus ditopang dengan dua hadits yang lain Mujahid dan Umair. Kembali kepada ucapan yang kami tetapkan ucapan Ubaid bin Umar dari kalangan shohabat yang berjumpa dengan nabi. (Al Fatawa Al Fiqhiyyah Al Kubro, Bab Janaiz, 2/30).

Dan juga di buku 'ULUMUL HADITA KARYA Dr. NUUDDIN 'ITR bahwa syarat diterima HADITS MURSAL (menurut Imam SYAFI'I dalam kitab Ar Risalah) harus memenuhi beberapa syarat.

QOUL MAN SHOHABAH DAN KEBANYAKAN AHLI ILMU

Apabila ada yang mengatakan bahwa :

"Kami menganggap berkumpul-kumpul di kelurga jenazah dan mereka mengeluarkan/menyuguhkan makanan sebagai ratapan" Menurut Imam Ahmad dan ditulis  oleh murid beliau yaitu Abi Dawud sebagai hadits yang tidak sahih.(Sumber kitab karya Abi dawud , "Masail Imam Ahmad" nomer  1867)

Jadi kesimpulannya apabila ada kelompok sebelah yang mengatakan HADITS dari IMAM THOWUS tentang SUNNAH MENYEDIAKAN/menyuguhkan MAKANAN itu hadits MURSAL dan sebagai RATAPAN (NIYAHAH) berarti orang tersebut tidak pernah meneliti lagi bagaimana HADITS MURSAL yang bisa dipakai sebagai HUJJAH dan hadits dari Abu Dawud di bantah oleh gurunya sendiri di kitab Masa'il Imam Ahmad.

Atas qoul para 'ulama terdahulu, jangan gampang menhukumi amalan orang lain tanpa ilmunya. Kita memang tidak berjumpa dengan para imam Hadits tapi beliau-beliau belajar kepada guru-guru yang memiliki sanad perawian haidtsnya menyambung sampai ke ROSULALLAH. 

Kajian tentang suguhan makanan ini sudah saya bahas di chanel kunci lawang. dan juga di Blog Kaligrafi Yasin.

NB : NGAJI TANPA BATAS

Refrensi :

1. Kitab Al Hawi Lil Fatawi karangan Imam Asy Syuyuthi cetakan DKI

2. Kitab Al Fatawi Fiqiiyah karangan Ibnu Hajar Haitami.

3. Kitab Masail Imam Ahmad.

Posting Komentar untuk "Status Suguhan Makanan dalam Tahlilan"