Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ziarah Mbah Dalhar Watucongol Pengarang Doa Ubat Ubet

Konon diceritakan bahwa Mbah Dalhar (Lahir 10 Syawal 1286 H - Wafat 28 Ramadhan 1378 H) bernama asli Nahrowi di waktu kelahirannya. beliau dilahirkan di Pesantren Darussalam, Watucongol, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah. 

Nahrowi dibesarkan di pesantren milik ayahandanya yang bernama KH Abdurrahman bin Abdurrauf bin Hasan Tuqo. Konon diceritakan bahwa Kyai Abdurrouf adalah panglima perang dari Pasukan Pangeran Diponegoro. 

Dan menurut salah satu riwayat bahwa nasab Kyai Hasan Tuqo nyambung kepada Sunan Amangkurat Mas atau Amangkurat III. Sehingga Kyai Hasan Tuqo adalah keturunan raja dan Kyai Hasan Tuqo mempunyai gelar Raden Bagus Kemuning. Sedangkan pesantren Darussalam adalah peninggalan dari Kyai Abdurrouf yang diteruskan oleh KH Abdurrahman (Ayah Mbah Dalhar). 

Karakter Nahrowi sangat mencintai ilmu agama dikarenakan karakter yang dibentuk dan dibesarkan di pesantren. Sejak kecil, beliau sudah mencintai ilmu, suka belajar agama dengan mendalam. 

Pendidikan yang waktu itu sangat ketat dalam ajaran agama sejak kecil hingga dewasa oleh ayahandanya sendiri. Ketika usia 13 tahun, Nahrowi mulai mondok pertama kalinya kepada Mbah Kyai Mad Ushul (begitulah sebutan masyhurnya) di Dukuh Mbawang, Desa Ngadirejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang. Di sinilah Nahrowi mengaji dan talaqi ilmu tauhid kepada Mbah Mad Ushul selama kurang lebih 2 tahun. 

Kemudian setelah dari Mbah Mad Ushul, Kyai pengarang Doa ubat ubet ini di pondokkan lagi Pesantren Al Kahfi Somalangu, Kebumen. yang diasuh langsung oleh Syaikh Sayyid Ibrahim bin Muhammad al-Jilani al-Hasani (nama populernya Syaikh Abdul Kahfi ats-Tsani). Nahrowi mengaji (ngaos) di Al Kahfi kurang lebih 8 tahun dan berkhidmah di ndalem pengasuh. Itu terjadi karena atas dasar permintaan ayahandanya sendiri kepada Syaikh as-Sayyid Ibrahim bin Muhammad al-Jilani al-Hasani.

Sekitar tahun 1314 H/1896 M, Nahrowi diminta oleh gurunya, Syaikh as-Sayyid Ibrahim bin Muhammad al-Jilani al-Hasani, untuk menemani putera laki-laki pertamanya yang bernama Sayyid Abdurrahman al-Jilani al-Hasani untuk belajar ilmu agama ke Makkah al-Mukarramah. Dalam kejadian bersejarah ini ada kisah menarik yang perlu disuritauladani atas ketaatan dan keta’dziman Nahrowi pada gurunya tersebut. 

Syaikh as-Sayid Ibrahim bin Muhammad al-Jilani al-Hasani punya keinginan menyerahkan pendidikan puteranya yang bernama Sayyid Abdurrahman al-Jilani al-Hasani kepada kerabat beliau yang berada di Makkah. Kerabat Syaikh Ibrahim al-Hasani waktu itu selaku Mufti Syafi’iyyah Makkah, yakni Syaikh as-Sayyid Muhammad Babashol al-Hasani (ayah Syaikh as-Sayid Muhammad Sa’id Babashol al-Hasani).

Sayyid Abdurrahman al-Hasani bersama Nahrowi berangkat ke Makkah dengan menggunakan kapal laut melalui pelabuhan Tanjung Mas, Semarang. Dikisahkan selama perjalanan dari Kebumen, singgah di Muntilan dan kemudian lanjut sampai di Semarang. Saking ta’dzimnya Nahrowi kepada putera gurunya, beliau memilih tetap berjalan kaki sambil menuntun kuda yang dikendarai oleh Sayyid Abdurrahman. Padahal Sayyid Abdurrahman telah mempersilakan Nahrowi agar naik kuda bersama. Namun itulah sikap yang diambil oleh sosok Nahrowi.

Sesampainya di Makkah (waktu itu masih bernama kota Hijaz), Nahrowi dan Sayyid Abdurrahman tinggal di rubath (asrama tempat para santri tinggal) Syaikh as-Sayyid Muhammad Babashol al-Hasani, yaitu di daerah Misfalah. Sayyid Abdurrahman dalam rihlah ini hanya sempat belajar pada Syaikh as-Sayid Muhammad Babashol al-Hasani selama 3 bulan, karena beliau diminta oleh gurunya dan para ulama Hijaz untuk memimpin kaum muslimin mempertahankan Makkah dan Madinah dari serangan sekutu. Sementara itu Nahrowi diuntungkan dengan dapat belajar di tanah suci tersebut selama 25 tahun.

Dari pendidikan dengan Syaikh as-Sayyyid Muhammad Babashol al-Hasani inilah yang kemudian Nahrowi diberi nama “Dalhar” sehingga menjadi Nahrowi Dalhar. Atas kehendak Allah Ta'ala, Nama Dalhar lebih berkah dan menjadi terkenal daripada nama Nahrowi. Sehingga dikenal dengan Mbah Dalhar. Beliau kemudian ketika masih di Hijaz (Tanah suci), beliau mendapatkan ijazah sanad kemusrsyidan Thariqah Syadziliyyah dari Syaikh Muhtarom al-Makki dan ijazah aurad Dalailul Khairat dari as-Sayyid Muhammad Amin al-Madani. Dimana kedua amaliyah ini di belakang waktu menjadi bagian amaliah rutin yang memasyhurkan nama beliau di Jawa.

Selama di tanah suci, diceritakan juga bahwa Mbah Dalhar pernah berkhalwat selama 3 tahun di suatu goa yang teramat sempit tempatnya. Berkhalwatnya dengan cara puasa dan berbuka hanya dengan memakan 3 buah biji kurma saja serta minum air zamzam secukupnya. Selain itu, Diceritakan juga Mbah Dalhar tidak pernah buang air kecil ataupun air besar di tanah Haram. Ketika merasa perlu untuk buang hajat, beliau pergi keluar tanah Haram.

Sepulang dari Hijaz, Mbah Dalhar menurut cerita KH. Ahmad Abdul Haq (Putra dari Mbah Dalhar), Mbah Dalhar menurunkan ijazah kemursyidan hanya kepada 3 orang saja, yaitu Kyai Iskandar Salatiga, KH. Dimyathi Banten dan KH. Ahmad Abdul Haq (putra).

Ada kebiasan unik yang sampai sekarang dijadikan tradisi riyadhoh oleh keluarga Mbah Dalhar, yaitu Sahrallayal (meninggalkan tidur malam). Tradisi ini dilestarikan di kalangan keluarga mbah dalhar sendiri sampai dengan sekarang.

Karamah Mbah Dalhar

Diceritakan bahwa Mbah Dalhar saat memberikan pengajian suaranya dapat didengar sampai jarak sekitar 300 meter walaupun tidak menggunakan pengeras suara. Dan diceritakan pula oleh Kyai Nawawi Berjan bahwa Mbah Dalhar saat pidato Muktamar NU sangat singkat, yaitu:
"Assaalamu'alaikum Warohmatullaahi Wabarokatuh. Sapa wilujeng sedaya (pada selamat semua)? Panjenengan lak NU (anda semua NU kan)? Wassalamu'alaikum Warohmatullaahi Wabarokatuh."
Dengan pidato yang ringkas ini, akhirnya masyarakat disekitar Magelang, Purworejo, Boyolali, Temanggung, Wonosobo berduyun-duyun masuk NU, karena pidato Mbah Dalhar singkat ini. 

Dan masih banyak lagi karomah yang lain yang dimilikinya. 

Karya-karya Mbah Dalhar

Karya Mbah Dalhar yang sudah banyak dikenal dan telah tersebar secara umum adalah kitab Tanwir al-Ma’ani. Sebuah karya tulis berbahasa Arab tentang manaqib Syaikh as-Sayyid Abul Hasan Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar asy-Syadzili al-Hasani, imam Thariqah Syadziliyyah. karya yang lain masih dalam tahap penelitian oleh keturunannya. Selain itu adalah Doa Ubat Ubet yang sudah populer di kalangan santri pulau jawa.

Murid-murid Mbah Dalhar

Diantara murid dari Mbah Dalhar adalah KH. Mahrus Aly Lirboyo, Abuya KH. Dimyathi Banten, KH. Marzuki Giriloyo dan lain sebagainya.

Beliau juga pernah memberi amalan kepada para santrinya untuk menirakati anak keturunannya agar menjadi anak sholeh. Mbah Dalhar Watucongol memberi amalan sebagai berikut:
"Tirakati anakmu dengan membaca sholawat Munjiyah 1000 kali setiap hari wetonnnya selama tiga tahun berturut-turut. Lakukan itu sebelum anak masuk usia TK. Faidahnya, Insya Allah kelak suatu hari si anak bakal kembali ke jalan yang benar/baik meski bergaul sama siapa saja."
Cerita amalan ini diceritakan oleh KH. Chalwani Nawawi Berjan Purworejo. Karena beliau sendiri mendapatkan sanad ijazah amalan ini dari KH. Khudlori Tegalrejo Magelang, dari KH. Dalhar Watucongol. Sesudah menerima amalan ini dari KH. Khudlori Tegalrejo, KH. Chalwani menta'kidkan dari dzuriyah Mbah Dalhar. 
"apakah benar Mbah Dalhar bernah berkata demikian?" Kata dzuriyah beliau, "Ya, benar".

Tambahan dari KH. Chalwani:
1. Sholawat Munjiyah 1000 kali tidak harus dibaca sendiri. Boleh dibagi dengan orang lain.
2. Jika anak sudah terlanjur memasuki usia TK, maka boleh mengamalkan dengan niat qodlo'.

Redaksi Sholawat Munjiyah:
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَی سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ الْأَهْوَالِ وَالْآفَاتِ، وَتَقْضِي لَنَا بِهَا جَمِيْعَ الْحَاجَاتِ، وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِئَاتِ، وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ أَعْلَی الدَّرَجَاتِ، وَتُبِلِّغُنَا بِهَا أَقْصَی الْغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِي الْحَيَاةِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ.

Mbah Dalhar Wafat

Sebelum Mbah dalhar meninggal, beliau mengalami sakit selama kurang lebih 3 tahun. Diceritakan Mbah Kyai Dalhar wafat pada hari Rabu Pon, 29 Ramadhan 1378 H. Namun Haulnya Mbah Dalhar diselenggarakan setiap tanggal 13-14 Syawal tahun Hijriyyah.

Sumber: cucu dari Keluarga KH. Ahmad Abdul Haq (putera laki-laki mbah Kyai Dalhar). 

Posting Komentar untuk "Ziarah Mbah Dalhar Watucongol Pengarang Doa Ubat Ubet"