Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Manaqib dan Haul Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari Datu Kalampayan

Di sebuah Kota bernama Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dahulu telah menjadi pusat Islam di Nusantara yaitu sejak permulaan abad ke-16. Pusat Keislaman waktu itu tertuju pada Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari (1710-1812 M atau w 1227 H) merupakan seorang Ulama besar yang termasyhur dari daerah tersebut.


Beliau lahir pada awal abad ke-18 di wilayah yang sekarang bernama Kota Martapura. Gelar di belakang namanya menunjukkan daerah asal sang Syaikh, yakni Kesultanan Banjar.

Zaid Ahmad dalam Bukunya berjudul The Biographical Encyclopedia of Islamic Philosophy (2015) menuturkan riwayat ulama besar ini. Masa kecil Syaikh Muhammad Arsyad diisi dengan pendidikan agama Islam dari keluarganya.

Selain mengaji Alquran, Syaikh Muhammad Arsyad juga terkenal pandai membuat kaligrafi. Suatu hari, Sultan Tahlilullah takjub akan lukisan kaligrafi karyanya. Penguasa Banjar ini kemudian meminta Syaikh Muhammad Arsyad untuk mengabdi pada istana. Saat itu, usianya belum genap tujuh tahun.

Kesultanan Banjar menjadi poros baginya menuntut ilmu dan berkesenian. Ketika berusia 30 tahun, Syaikh M Arsyad menikah dengan Bajut, seorang perempuan lokal. Pasangan muda ini dikaruniai seorang anak perempuan.

Namun Cita-cita Syaikh Muhammad Arsyad kian besar untuk belajar ke Tanah Suci. Sang istri pun mendukungnya. Pihak istana kemudian membiayai Syaikh Muhammad Arsyad untuk naik haji pada 1739 M. Beliau memanfaatkan tawaran ini tidak semata-mata melaksanakan rukun Islam kelima.

Usai berhaji, Syaikh Muhammad Arsyad bermukim 35 tahun lamanya di Haramain untuk belajar ilmu dan berguru.

Pada 1772 M atau tahun 1186 H, Syaikh Muhammad Arsyad akhirnya pulang ke Banjar. Saat itu, Sultan Tahmidillah menggantikan sultan sebelumnya yang telah wafat. Perayaan pun digelar di ibu kota kerajaan tersebut demi menyambut kedatangannya dari Tanah Suci.

Sultan Banjar kemudian memberikan kepadanya kedudukan sebagai kadi negeri. Jabatan ini setara dengan penasihat raja. Akan tetapi, mahaguru ini lebih memilih untuk tinggal di luar istana. Beliau kemudian mendirikan Pesantren Dalam Pagar di atas tanah milik sultan. Penguasa Banjar itu menghibahkan kawasan tersebut yang terletak di sekitar desa tempat kelahiran sang Syaikh.

Catatan tambahan :

1. Sepulang dari tanah suci, beliau diberikan gelar "Matahari Agama Yang Bersinar" karena keilmuan beliau dan pengajaran beliau terhadap masyarakat saat itu. Istilah itu kalau di bahasa-arab kan menjadi "Syamsu Diin Noor". Menurut warga sekitar gelar tersebut dijadikan nama Bandara di Kalimantan Selatan, Bandara Syamsudiin Noor sebagai penghormatan dari pemerintah setempat.

2. Kampung Dalam Pagar akhirnya di ubah oleh beliau menjadi tempat belajar dengan sarana yang lengkap pada masanya. Ada asrama, perumahan guru, perpustakaan dan bangunan induk untuk beliau. Inilah cikal bakal pesantren di kemudian hari yang kita kenal sekarang ini.

3. Syaikh Muhammad Arsyad juga bercocok tanam dengan media sawah dan membangun irigasi. Semua untuk menghidupi warga Dalam Pagar. Konsep ini juga belakangan dikenal pesantren agrikultur yang banyak ditemukan di jawa.

4. Kitab Sabilal Muhtadin adalah kitab pertama yang ditulis Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari atas perintah sultan untuk kepentingan pengajaran agama islam saat itu. Waktu penulisan selama 3 tahun. Hal ini dilatarbelakangi saat itu media belajar bagi warga hanyalah kitab siratal mustaqim karya Nuruddin Arraniri (ulama aceh) yang ditulis dalam bahasa arab melayu namun berbahasa aceh. Maka sebagai jawaban, lahirlah kitab Sabilal Muhtadin dengan tulisan arab melayu dan berbahasa banjar. Sebuah kitab tentang fikih yang bersumber dari ulama-ulama Syafi'iyyah.

5. Belakangan kitab Sabilal Muhtadin (terdiri dari 2 jilid, sekitar 560an halaman) ini diringkas oleh cucu perempuan beliau (putri dari Syaikh Abdul Wahab Bugis : yang juga salah satu dari 4 sahabat beliau saat menuntut ilmu di Mekkah) dan diberikan judul "Kitab Perukunan". Namun dikarenakan alasan tertentu, pengarang kitab ini dinisbahkan ke paman beliau (anak lelaki syaikh) yang bernama Jamaluddin bin Muhammad Arsyad Al Banjari. Kitab inilah yang bisa dipastikan dimiliki oleh setiap rumah bagi penduduk Kalimatan Selatan.

6. Kitab Sabilal Muhtadin saat itu disebarkan dengan cara disalin ulang dan dibagi ke beberapa kalangan, hingga sampai ke salah satu pengikut beliau di Pattani, Thailand yang bernama Muhammad bin Zain. Dari sini kitab ini dibawa ke Mekkah dan dijadikan kitab pelajaran di Masjidil Haram dan akhirnya dicetak dengan teknologi modern dan sekarang bahkan bisa ditemui di perpustakaan Mesir, Turki dan negara Islam lainnya. Saat itu sekitar abad 19, kitab ini dijadikan oleh-oleh wajib bagi jamaah haji yang berasal dari Asia Tenggara.

Manaqib Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari

قَمع المُجسّمين الفاسدين 

بجُهود العُلماء الاندونيسيين

الفقيه الشيخ محمد أرشد البنجري الشافعي الاندونيسي (المتوفى سنة ١٢٢٧هـ، بعد أن عاش أكثر من ١٠٠ سنة).

من مؤلفاته (تحفة الراغبين في بيان حقيقة إيمان المؤمنين وما يُفسده من ردة المرتدين) - باللغة الأدونيسية - حذّر فيه من العقائد الفاسدة ومنها عقيدة التجسيم، وبيّن أصناف المُجسّمين :

*الذين منهم من اعتقد أن الله له صورة كالإنسان،

*ومنهم من اعتقد أن الله له لحم ودم ووجه ويد (بمعنى الجارحة) واصابع ورجل...

*ومنهم من اعتقد أن الله ينزل ويصعد، يتحرك وينتقل،

*ومنهم من اعتقد أن الله جالس، مستقر على العرش وجعل العرش مكانًا له.

ثم نقل عن الإمام فخر الدين الرازي أن من فَهم  الآيات المُتشابهات على ظَاهرها يكون قد وصف الله بصفات الأجسام، فهو بذلك عابد للجسم خارج عن مِلة الإسلام.

فائدة : وُلد الشيخ محمد أرشد البنجري في مقاطعة كليمنتان الجنوبية في اندونيسيا وكانت تعرف بسلطنة بنجر. تلقى علما وافرًا عن علماء ناحيته ثم رحل إلى أرض الحجاز للإستزادة في طلب العلم، فدرس على كبار المشايخ في ذلك الوقت كالفقيه الشيخ محمد بن سليمان الكردي والعلامة محمد مرتضى الزبيدي وغيرهما. مكث في أرض الحجاز  نحو ٣٥ سنة عاد بعدها إلى بلده عام ١١٨٦هـ لينشر العلم في أهله ومجتمعه. طلب منه تلميذه سلطان بنجر حميد الله الثاني أن يؤلف في أحكام العبادات، فوضع كتابه الشهير (سبيل المهتدين للتفقه بأمر الدين) إضافة إلى كتابه (تحفة الراغبين) وغير ذلك من مؤلفات نافعة. فتلألأ اسمه وإنشر علمه في جنوب شرق اسيا: في اندونيسيا وسنغافورة وماليزيا و بروناي و تيلاند ... .

رحمه الله تعالى رحمة واسعة.


Ulama Indonesia ini yang bernama Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari atau dikenal dengan sebutan Datu Kalampayan, beliau Wafat tahun 1227 H. dan telah menulis banyak kitab. Dan kitab "Tuhfatu Ar Rooghibin Fi Bayani Haqiqoti Iman Al Mukminin Wama Yufsiduhu Min Riddat Al Murtadin."

Kitab tersebut ditulis pegon berbahasa Indonesia dengan jelas bahwa mentahdir (memperingatkan) kepada kita semua bahwa Syaikh Muhammad Asrsyad menerangkan akidah rusak dan akidah tajsim, mujassim dan macam macam mujassim. yaitu 

  1. Mereka yang meyakini bahwa Allah memiliki bentuk seperti manusia
  2. Mereka yang meyakini bahwa Allah memiliki Anggota Tubuh seperti tangan, wajah, daging dan sebagainya.
  3. Mereka yang meyakini bahwa Allah turun dan naik, bergerak dan berpindah
  4. Mereka yang meyakini bahwa Allah duduk diatas arasy dan membutuhkan tempat.
Maka mereka semua telah rusak akidahnya. Kemudian beliau menukil perkataan imam Fahruddin Ar Razi bahwa barangsiapa yang memahami ayat-ayat mutasyabihat sebagaimana dhohirnya yaitu mensifati Allah dengan sifat jisim, sehingga mereka menyembah yang berjisim, maka mereka benar-benar telah keluar dari Agama Islam.


Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari ini adalah ulama sezaman dengan ulama Syafi'iyah lainnya diantaranya Syaikh Sulaiman al-Jamal (w. 1204 H), Syaikh Sulaiman al-Bujairimi (w. 1221 H), Syaikh Muhammad al-Syinwani (w. 1233 H), Syaikh Muhammad al-Fudhali (w. 1236 H), Syaikh Khalid al-Naqsyabandi (w. 1242 H), Sayid Abdurrahman Ba’alawi al-Hadhrami (w. 1254 H), Syaikh Ibrahim al-Bajuri (w. 1276 H). Dan yang sesama dari ulama Nusantara adalah Syaikh Abdushomad al-Palimbani (w. 1203 H) dan Syaikh Khatib al-Sanbasi (w. 1289 H).

Sanad keilmuan Syaikh Muhammad Arsyad berada di atasnya Syaikh Nawawi al-Bantani, Syaikhona Kholil Bangkalan, Hadratusy Syaikh Hasyim Asy'ari (Pendiri NU) dan sebagainya.


Syaikh Muhammad Arsyad memiliki keturunan dari istri pertama (datu bajut) dan istri kedua (datu biduri). Gambar 2 makam ini adalah makam dua orang istri Datu Kalampayan yaitu Datu Bajut (kiri) dan Datu Biduri (kanan). yang berlokasi makam: Kubah Datu Bajut, jalan Keramat, desa Tungkaran, kecamatan Martapura Kota, kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.

Pangeran Mufti Ahmad bin Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari (Datu Kalampayan)

Pangeran Mufti Ahmad lahir pada hari Ahad, 07 Sya'ban 1203 H/03 Mei 1789 M dan wafat pada hari Jum'at, 30 Dzulqa'dah 1246 H/13 Mei 1831 M. Pangeran Mufti Ahmad adalah salah satu anak dari Datu Kalampayan dengan istrinya yang bernama Ratu Aminah binti Pangeran Toha (Datu Biduri). 

Pangeran Mufti Ahmad adalah salah satu guru dari Sultan Adam Al Watsiq Billah (Raja Banjar ke 14). Ibu dari Pangeran Mufti Ahmad bernama Ratu Aminah binti Pangeran Toha, sedangkan Pangeran Toha bin Sultan Tamjidillah adalah murid dari Datu Kalampayan. Setelah Sultan Tamjidillah mangkat dari jabatannya, sebenarnya yang seharusnya menjadi Raja adalah Pangeran Toha, akan tetapi Pangeran Toha lebih memilih untuk menuntut ilmu dengan Datu Kalampayan.

Ketika Pangeran Toha hendak wafat, beliau berwasiat agar anak beliau yang bernama Ratu Aminah dinikahkan dengan Datu Kalampayan. Akhirnya menikahlah Datu Kalampayan dengan Ratu Aminah dan tercacat memiliki 7 orang anak, salah satunya adalah Pangeran Mufti Ahmad.

Sayyid Utsman Menantu Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari

Makam Sayyid Utsman, menantu Datu Kalampayan, suami dari Syarifah binti Datu Kalampayan (wallahu a'lam, hanya Allah yang tahu kebenarannya).


Lokasi makam: Komplek Makam Sultan Adam, jalan Sultan Adam, kelurahan Jawa, kecamatan Martapura Kota, kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.


Makam Syaikh Abdul Wahab Bugis (sahabat sekaligus menantu Datu Kalampayan, suami dari Syarifah binti Datu Kalampayan). 

Lokasi makam: Kubah Datu Bajut, jalan Keramat, desa Tungkaran, kecamatan Martapura Kota, kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.

Makam Mufti H. Muhammad As'ad (beliau adalah anak dari pasangan Syarifah dan Utsman).

Lokasi makam: Di luar kubah Datu Kalampayan, jalan Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari, desa Kalampayan Tengah, kecamatan Astambul, kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.

Catatan: Biasakan membaca sampai selesai!

Utsman adalah suami Syarifah binti Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari (Datu Kalampayan), Syarifah adalah anak pertama Datu Kalampayan dengan istri pertama beliau yang bernama Datu Bajut. Kurang diketahui identitas Utsman ini, apakah keturunan orang biasa saja atau keturunan bangsawan atau dzuriyat Nabi Muhammad Shollallaahu Alaihi Wasallam yang dikenal sebagai Syarif dan Sayyid. Entahlah, yang jelas dari hasil perkawinannya dengan Syarifah memperoleh anak yang bernama Mufti H. Muhammad As'ad yakni Mufti pertama dari Kesultanan Banjarmasin yang mewarisi ilmu kakeknya yaitu Datu Kalampayan terutama dalam ilmu Tafsir, ilmu Hadits, ilmu Tauhid, ilmu Fiqih, ilmu Tasawuf, dan juga hafal Al Qur'an.

Kemudian anak Syarifah dan Utsman yaitu Mufti H. Muhammad As'ad kawin dengan Hamidah di Balimau, Kandangan dan memperoleh anak dua belas orang yakni:

1. H. Abu Thalhah.

2. H. Abu Hamid.

3. H. Ahmad (Datu Balimau).

4. Mufti H. M. Arsyad (Mufti Lamak).

5. H. Sa'duddin (Datu Taniran).

6. Saudah.

7. Rahmah.

8. Sa'diyah.

9. Shalihah.

10. Sunbul.

11. Limir.

12. Afiat.

Hanya dari 1-6 yang mempunyai keturunan, sedangkan dari 7-8 tidak mempunyai keturunan.

- Syaikh H. Abu Thalhah bin Mufti H. Muhammad As'ad bin Utsman yang berkubah di Tenggarong, Kalimantan Timur banyak menurunkan anak, cucu, dan dzuriat di Tanah Laut, Tanah Bumbu (Pagatan, Sungai Danau, Batulicin), Kotabaru (Kalimantan Selatan), dan Tenggarong (Kalimantan Timur).

- Syaikh H. Abu Hamid bin Mufti H. Muhammad As'ad bin Utsman yang berkubah di Samuda, Sampit, Kalimantan Tengah banyak menurunkan anak, cucu, dan dzuriyat di Pontianak dan Sambas (Kalimantan Barat), dan Sampit (Kalimantan Tengah).

- Syaikh H. Ahmad (Datu Balimau) bin Mufti H. Muhammad As'ad bin Utsman yang berkubah di Balimau, Kandangan, Kalimantan Selatan banyak menurunkan anak, cucu, dan dzuriat di Balimau (Kandangan), Wasah (Kandangan), Amuntai, Banjarmasin, Barabai, Rantau, Martapura, Kelumpang, Kotabaru (Kalimantan Selatan), Bangil (Jawa Timur), Yogyakarta, Cibadak (Jawa Barat),

Manado (Sulawesi Utara), Tembilahan (Riau), Pulau Pinang (Bangka Belitung), Padang (Sumatera Barat), dan Kuala Tungkal (Jambi).

- Mufti H. M. Arsyad (Mufti Lamak) bin Mufti H. Muhammad As'ad bin Utsman yang berkubah di Pagatan, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan banyak menurunkan anak, cucu, dan dzuriyat di Amuntai, Martapura, Pagatan (Kalimantan Selatan), Mojokerto (Jawa Timur), Jember (Jawa Timur), Tulung Agung (Jawa Timur), Surabaya (Jawa Timur), Tembilahan (Riau), dan Kuala Tungkal (Jambi).

- Syaikh H. Sa'duddin (Datu Taniran) bin Mufti H. Muhammad As'ad bin Utsman yang berkubah di Taniran, Kandangan, Kalimantan Selatan banyak menurunkan anak, cucu, dan dzuriyat di Kapuh (Kandangan), Wasah (Kandangan), Lok Bangkai (Hulu Sungai Utara), Amuntai, Barabai, Sungai Seluang (Kalimantan Timur), Gambut, Nagara, Banjarmasin, Banjarbaru, Kotabaru (Kalimantan Selatan), Tembilahan (Riau), dan Makkah (Timur Tengah).

- Saudah binti Mufti H. Muhammad As'ad bin Utsman banyak menurunkan anak, cucu, dan dzuriyat di Sambas (Kalimantan Barat), Pontianak (Kalimantan Barat), Makassar (Sulawesi Selatan), Ujung Pandang (Sulawesi Selatan), Palu (Sulawesi Tengah), Kendari (Sulawesi Tenggara), Manado (Sulawesi Utara), Gorontalo, Mandar (Sulawesi Barat), dan Martapura (Kalimantan Selatan).

Terlihat bahwa dzuriyat Utsman ini nyaris tersebar di seluruh Kalimantan bahkan hampir di seluruh Sulawesi, sebagian ada di Sumatera dan Jawa serta di Makkah.

Posting Komentar untuk "Manaqib dan Haul Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari Datu Kalampayan"