Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Solusi Menyikapi Berita Berita Hoax

SOLUSI MENYIKAPI BERITA HOAX
Oleh : KH Busyrol Karim Abdul Mughni
Perkembangan teknologi dan informasi yang begitu pesat saat sekarang ini, tidak lepas dari munculnya berbagai informasi dan berita yang sangat beragam, baik dari sisi kecepatan maupun kemudahan dalam mengakses suatu informasi yang dibutuhkan. Namun disisi lain, dalam berita yang begitu mudah kita akses, ternyata banyak muncul berita-berita hoax yang sering menimbulkan keresahan dikalangan  masyarakat dan mengancam keutuhan kehidupan berbangsa dan bernegara., bahkan Indonesia kini dianggap sudah mencapai over dosis hoax.

Hoax adalah berita yang dibuat dengan tujuan yang jahat. Hoax sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru, berita bohong ini sering terjadi juga di koran dan TV, hanya saja, di internet, hoax semakin jauh berkembang.

Membaca berita memang sangat penting buat kita, tetapi jangan sampai kita terobsesi dan merasa harus selalu apdate soal dunia luar. Kita harus bisa membatasi diri untuk mengakses berbagai informasi yang sifatnya cenderung negatif atau bahkan hoax.

Media sosial memang telah menjadi sumber koneksi utama berita-berita yang terjadi, namun bisa menjadi bumerang bagi mereka yang suka menelan mentah-mentah isi informasi dari media sosial, sehingga tidak jarang berita hoax yang ada disitu bisa membuat kegaduhan ditengah masyarakat. Oleh sebab itu, sebagai pengguna internet, hendaknya kita tidak cepat² membuat keputusan untuk menyebarkan sesuatu yang belum kita ketahui kebenarannya, karena dengan begitu, kita akan bisa memyelamatkan teman atau kenalan kita untuk tidak tertipu oleh berita palsu.

Berita hoax sebenarnya sudah ada sejak zaman  dahulu. Bahkan dizaman Nabi Shallallahu alayhi wasallam, sudah sering muncul berita² seperti itu, sehingga Al Qur'an pun telah menyikapi hal tersebut sebagaimana telah disebutkan dalam Surat Al Hujurat sebagai berikut :
-يا ايها الذين امنوا ان جاءكم فاسق بنبإ فتبينوا- أن تصيبوا قوما بجهالة- فتصبحوا على ما فعلتم نادمين-
"Hai orang² yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa berita, periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatannya itu". (Al Hujurat: 6).

Dalam ayat ini, bagi kaum muslimin, dalam menyikapi suatu informasi/berita, diminta bersikap tegas untuk meneliti berita apa saja yang disiarkan oleh orang² fasik. Dalam dunia jurnalistik, penelitian suatu keabsahan berita, dikenal dengan "check and recheck", yakni tidak boleh percaya begitu saja kepada suatu kabar, opini atau informasi yang disebarkan oleh orang² yang tidak bertanggung jawab yang bisa juga diidentikkan dengan orang yang fasik dalam ayat di atas.

Para ulama sendiri mendefinisikan fasik sebagai orang yang melakukan dosa besar atau orang yang banyak melakukan dosa kecil. Memang tidak begitu mudah menentukan batasan yang tegas apakah seorang masuk kategori fasik. Di dalam Al Quran sendiri, kata "fasik" disebuntukan dalam berbagai konteks. Ada yang dihubungkan langsung dengan kekafiran dan kedurhakaan dan ada yang digandengkan dengan kebohongan dan percekcokan seperti dalam ayat diatas.

Dilapangan hukum Islam, kata fasik dianggap sebagai kebalikan "Adil". Sebagian ulama Syafi'i menyatakan bahwa orang yang adil adalah apabila kebaikannya lebih banyak daripada kejahatannya dan tidak terbukti bahwa ia sering berdusta, sehingga sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa orang fasik ialah orang yang banyak melakukan perbuatan jelek dan suka berbohong. Para ulama memang belum membahas boleh tidaknya seorang fasik menjadi wartawan atau penyampai berita kepada publik, akan tetapi, Al Qur'an dalam ayat diatas, telah memberi garis yang tegas, bahwa jika orang fasik membawa berita, haruslah diteliti berita yang dibawanya itu dan jangan mudah percaya begitu saja kepada informasi yang disampaikan oleh si fasik.

Penyebab turunnya Surat Al Hujurat ayat 6 diatas itu, berkaitan dengan kisah Walid bin Uqbah. Pada suatu ketika, Walid diutus Nabi Shallallahu alayhi wasallam untuk menarik zakat dari Bani Musthaliq yang telah menyatakan masuk Islam. Di sana, Walid tidak berhasil menarik zakat, karena dalam hatinya, ada rasa takut untuk berkomunikasi dengan mereka keren ketika zaman jahiliah dulu, pernah terjadi permusuhan antara dia dengan mereka. Lalu pulanglah Walid bin Uqbah ke Madinah dan ia memberitahukan kepada Nabi Shallallahu alayhi wasallam bahwa Bani Musthaliq telah murtad dari Islam. Nabi yang tidak percaya begitu saja terhadap laporan Walid, segera mengutus Khalid bin Walid untuk menyelidiki kebenaran laporan tersebut. Bersama sejumlah pasukannya, Khalid memantau kehidupan Bani Musthaliq.

Ternyata mereka tidak seperti apa yang dikatakan oleh Walid bin Uqbah. Mereka ternyata tetap dalam keadaan memeluk Islam dan  menjalankan shalat dengan baik,  bahkan juga menyerahkan zakat mereka kepada Khalid. Ketika Khalid kemudian melaporkan fakta tersebut kepada Nabi Shallallahu alayhi wasallam, maka turunlah ayat tersebut yang mengingatkan bahwa jika orang fasik menyampaikan berita, jangan langsung begitu saja dipercaya dan hendaklah diteliti terlebih dulu kebenarannya.

Dikalangan para perawi/orang yang meriwayatkan hadits² Nabi, para ulama ahli hadits pun melakukan penelitian kepada para perawi hadits Nabi, mana yang bisa dipercaya dan mana yang tidak bisa dipercaya riwayat haditsnya atau para  perawi yang dianggap sering berdusta. Perawi yang digelari sebagai pendusta, tidak dapat dipercaya lagi hadits² yang bersumber darinya.

Lalu bagaimana jika mekanisme penyelesaian hadits Nabi Shallallahu alayhi wasallam yang begitu ketat itu diterapkan dalam dunia jurnalistik kontemporer saat ini ? Berapa banyak para pembawa berita yang bisa lolos seleksi, apalagi sipembawa berita adalah para aktor² komunikator yang ulung, meski untuk kelolosan mereka, tidak perlu seketat kriteria dalam penyeleksian hadits.

Selain bisa membuat kegaduhan ditengah masyarakat, berita yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya atau bersifat hoax itu, bisa menimbulkan opini publik. Meskipun laksana hantu, peran opini publik terhadap proses dinamika sosial, tidak bisa dianggap remeh, karena opini publik dapat bertahan bertahun-tahun dan jika belum ada koreksi yang kuat terhadap opini sebelumnya, opini itu akan mengendap menjadi nilai² sosial yang membentuk persepsi masyarakat terhadap suatu masalah. Persepsi negatif orang² barat terhadap Islam misalnya, bahkan bertahan selama berabad-abad dan turun temurun.

Oleh karena itu, opini publik yang digulirkan oleh aktor² komunikator yang ulung dan dilakukan dengan proses rekayasa penggalangan opini yang serius, dapat memberi dampak besar terhadap perilaku masyarakat. Rekayasa opini publik itu
bahkan seringkali dilakukan untuk membenarkan atau memberikan legitimasi terhadap suatu kebijakan politik pada tingkat global.

Posting Komentar untuk "Solusi Menyikapi Berita Berita Hoax"