Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Fatwa Ulama Kenapa Kita Merayakan Maulid Nabi

Guru kami Asy-Syaikh al-Imam Abdullah al-Harari semoga Allah meridhainya berkata:

"Berbahagialah siapa saja yang berjuang melawan segala hal yang bertentangan dengan Aqidah Ahlussunah wal jama'ah, baik secara langsung dia sendiri melakukannya ataupun dengan cara menolong orang yang berjuang melawan hal yang menyimpang itu"


Kenapa Kita Merayakan Maulid Nabi?

Jika engkau tahu bahwa makhluk termulia ini lahir di bumi. Tentu kau akan tahu nikmat terbesar yang dirasakan oleh umatnya. Karena kelahiran Nabi Muhammad ﷺ ke muka bumi ini adalah nikmat dan rahmat teragung yang Allah anugerahkan kepada kita. Perayaan maulid adalah bentuk syukur kita kepada Allah atas nikmat yang sangat agung ini.

Dengan sebab beliau, Makhluk termulia ini, kita dapat mengenal Allah, satu-satunya Tuhan yang berhak dan wajib disembah. Tuhan Pencipta segala sesuatu. Tuhan yang tidak menyerupai segala sesuatu. Tuhan yang tidak membutuhkan kepada segala sesuatu.

Dengan sebab beliau, makhluk termulia ini, kita mengenal Islam, satu-satunya agama yang benar. Satu-satunya agama yang diridlai oleh Allah. Agama yang dibawa dan diajarkan oleh seluruh Nabi dan Rasul.

Perayaan Maulid adalah bentuk kecintaan kita kepada insan yang paling mulia dan makhluk yang paling utama, Baginda Rasulullah ﷺ. Melalui perayaan Maulid, kita diingatkan untuk terus mencintai Baginda Nabi. Melalui perayaan Maulid, kita tanamkan pada diri umat Islam kecintaan kepada Nabi mereka, Nabi agung Muhammad ﷺ. Nabi yang cintanya kepada umat melebihi cinta mereka kepadanya.  

Pada hari kiamat kelak, dikatakan kepada Baginda Rasulullah:

يَا مُحَمَّدُ سَلْ تُعْطَ وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ

Maknanya: “Wahai Muhammad, mintalah maka engkau akan diberi, berilah syafa’at maka syafa’atmu akan diterima”

Baginda Nabi menjawab:

أَيْ رَبِّ أُمَّتِيْ أُمَّتِيْ

Maknanya: “Wahai Tuhanku, ummatku... ummatku... ” (HR an-Nasa’i)

Fatwa 'Ulama 01

Al-Hâfidh 'Abdur-Rahmán ibn Ismâ'il adalah seorang tokoh ahli hadits yang terkenal dengan sebutan Abu Syamah (w. 965 H) berkata dalam kitabnya "al-Bâ'its  'ala Ingkar al-Bida' wal-Hawâdits" (Darul Bayan - Maktabah al-Mu'ayyad, Damsyik - Arab Saudi, 1412 H/ 1991 R, cet. 1, hlm. 29 - 31):

فالبدع الحسنة متفق على جواز فعلها والآستحباب لها ورجاء الثواب لمن حسنت نيته فيها وهي كل مبتدع موافق لقواعد الشريعة غير مخالف لشيء منها ولا يلزم من فعله محذور شرعي وذلك نحو بناء المنابر والربط والمدارس وخانات السبيل وغير ذلك من أنواع البر التي لم تعد في الصدر الأول فإنه موافق لما جاءت به الشريعة من اصطناع المعروف والمعاونة على البر والتقوى 

ومن أحسن ما ابتدع في زماننا من هذا القبيل ما كان يفعل بمدينة اربل جبرها الله تعالى كل عام في اليوم الموافق ليوم مولد النبي صلى الله عليه و سلم من الصدقات والمعروف واظهار الزينة والسرور فان ذلك مع ما فيه من الاحسان الى الفقراء مشعر بمحبة النبي صلى الله عليه و سلم وتعظيمه وجلالته في قلب فاعله وشكرا لله تعالى على ما من به من ايجاد رسوله الذي أرسله رحمة للعالمين صلى الله عليه و سلم وعلى جميع المرسلين

Bid'ah hasanah atau bid'ah yang baik adalah kesepakatan para ulama tentang kebolehan melakukannya, dianjurkan untuk melakukannya dan ada harapan untuk mendapatkan pahala bagi mereka yang berniat baik dalam melakukannya. Bid'ah hasanah adalah setiap hal baru yang diadakan sesuai dengan aturan syari'at dan tidak bertentangan dengannya, tidak ada hal yang dilarang oleh syariat untuk melakukannya. Hal-hal tersebut seperti membangun mimbar di masjid, membangun ribath (pondok pesantren), sekolah, tempat istirahat bagi musafir, dan sebagainya dari jenis kebaikan yang tidak ditemukan pada awal kebangkitan Nabi. Bahkan bertepatan dengan apa yang dibawa oleh syari'at dalam rangka berbuat kebaikan dan pertolongan dalam hal keutamaan dan ketakwaan.

Di antara perkara baru terbaik saat ini adalah hal-hal yang biasa dilakukan di kota Irbil setiap tahun pada hari kelahiran Nabi seperti bersedekah, melakukan perbuatan baik, memakai perhiasan yang indah dan menampakkan kegembiraan. Padahal, selain perayaan Maulid yang berisi amal shaleh untuk fakir miskin, juga sebagai simbol kecintaan seseorang dan pengagungan kepada Yang Mulia dan tanda syukurnya kepada Allah atas nikmat Nabi Muhammad yang diutus. sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta - shalawat dan salam atas dirinya dan semua Rasul yang diutus.

Fatwa Ulama 02

Al-Syaikh Muhammad al-Khadir (w. 1378H)  berasal dari Tunisia dan beliau juga merupakan Syaikh al-Jami^ al-Azhar pada zamannya (1952 H - 1954 H) berkata dalam Majalah al-Hidayah al-Islamiyyah:

أما احتفالنا بذكرى مولده فإنا لم نفعل غير ما فعله حسان بن ثابت رضي الله عنه حين كان يجلس إليه الناس ويسمعهم مديح الرسول صلى الله عليه وسلم في شعر ولم نفعل غير ما يفعل علي بن أبي طالب أو البراء بن عازب أو انس بن مالك رضي الله عنهم حين يتحدثون عن محاسن رسول الله الخلقية والخلقية في جماعة

"Adapun sambutan memperingati hari kelahiran Rasulullah yang kami adakan tidak lain daripada apa yang dilakukan oleh Hassan ibn Thabit radiyallahu ^anhu. Ketika beliau duduk, orang ramai berada disampingnya dan dia memperdengarkan kepada mereka [para hadirin] madih (pujian) memuji Rasulullah ﷺ dalam bentuk bait-bait syair. Kami juga tidak melakukan perkara yang lain daripada apa yang telah dilakukan oleh ^Ali ibn Abi Talib, al-Barra’ ibn ^Azib atau Anas ibn Malik radiyallahu ^anhum yaitu mereka menceritakan secara berjamaah tentang keindahan paras Rasulullah dan akhlak baginda Rasulullah."

Fatwa Ulama 03

Al Hâfidh Muhammad 'Abd al-Rahman al-Sakhawi (w. 902 H) adalah salah satu ahli hadits terkenal yang memberikan kesaksian dan pujian atas keutamaan merayakan Maulidurrasul. Ia adalah murid dari al-Háfidh ibn Hajar al Asqalani rahimahumallah. As-Syaikh Muhammad bin Yusuf as-Solihi as-Syaami (w. 942 H) dalam kitabnya:

“سبل الهدى والرشاد في سيرة خير العباد”

menyebutkan :

قال الحافظ أبو الخير السخاوي - رحمه الله تعالى - في فتاويه: عمل المولد الشريف لم ينقل عن أحد من السلف الصالح في القرون الثلاثة الفاضلة، وإنما حدث بعد، ثم لا زال أهل الإسلام في سائر الأقطار والمدن الكبار يحتفلون في شهر مولده صلى الله عليه وسلم بعمل الولائم البديعة المشتملة على الأمور البهجة الرفيعة ويتصدقون في لياليه بأنواع الصدقات ويظهرون السرور ويزيدون في المبرات ويعتنون بقراءة مولده الكريم ويظهر عليهم من بركاته كل فضل عميم.

انتهى.

al-Hafiz Abu Khair as-Sakhawi rahimahullah dalam bukunya Fatawa mengatakan: 

Perayaan Maulidurasul yang mulia tidak pernah dikutip oleh siapapun di kalangan Salafi yang shaleh dalam 3 abad pertama Hijriah. Namun mulai diadakan setelah abad ketiga Hijriah. Kemudian kaum muslimin di daerah dan kota-kota besar terus merayakan bulan kelahiran Yang Mulia dengan mengadakan pesta-pesta menarik (yang tidak melanggar syariat) yang meliputi hal-hal yang membahagiakan dan mulia, mereka bersedekah dengan berbagai bentuk sedekah pada malam-malam perayaannya. Mereka mengungkapkan kegembiraan dan meningkatkan kebajikan dan mereka juga memperhatikan pembacaan kisah kelahiran Rasulullah. Dimanifestasikan pada mereka berbagai keuntungan karena berkah dari upacara yang mereka selenggarakan.

[lihat Subulul Huda wa ar-Rasyad fi Sirati Khairil 'Ibaad, karangan As-Syaikh Muhammad bin Yusuf as-Solihi as-Syaami, Percetakan al-Qaherah, 1418 H/ 1997 R, al-Qaherah-Mesir, jil.1, hlm.439]

Fatwa Ulama 04

Al-Hâfidh Jalâlud-Dîn 'Abdur-Rahmân ibn Abi Bakr as-Suyûthi (w. 911 H), diantara ulama yang terkenal dalam ilmu hadits ditanya dalam kitabnya yang berjudul Husnul-Maqsid fi 'Amalil-Maulid (Darul-Kutub al ^Ilmiyyah, hlm. 41 - 42):

Ada pertanyaan tentang orang yang merayakan Maulid Nabi di bulan Rabi'ul-Awwal, bagaimana menurut tinjauan hukum syari'at dan apakah pelakunya mendapat pahala?", lalu dia menjawab.

*"عِنْدِيْ أَنَّ أَصْلَ عَمَلِ الْمَوِلِدِ الَّذِيْ هُوَ اجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ القُرْءَانِ وَرِوَايَةُ الأَخْبَارِ الْوَارِدَةِ فِيْ مَبْدَإِ أَمْرِ النَّبِيِّ وَمَا وَقَعَ فِيْ مَوْلِدِهِ مِنَ الآيَاتِ، ثُمَّ يُمَدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذلِكَ هُوَ مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيِّ وَإِظْهَارِ الْفَرَحِ وَالاسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ. وَأَوَّلُ مَنْ أَحْدَثَ ذلِكَ صَاحِبُ إِرْبِل الْمَلِكُ الْمُظَفَّرُ أَبُوْ سَعِيْدٍ كَوْكَبْرِيْ بْنُ زَيْنِ الدِّيْنِ ابْنِ بُكْتُكِيْن أَحَدُ الْمُلُوْكِ الأَمْجَادِ وَالْكُبَرَاءِ وَالأَجْوَادِ، وَكَانَ لَهُ آثاَرٌ حَسَنَةٌ وَهُوَ الَّذِيْ عَمَّرَ الْجَامِعَ الْمُظَفَّرِيَّ بِسَفْحِ قَاسِيُوْن"

"Menurut saya, dasar dari perayaan Maulid Nabi adalah untuk mengumpulkan orang-orang, membaca beberapa ayat dari ayat-ayat Al-Qur'an, menceritakan kisah-kisah yang warid tentang kelahiran Rasulullah, menceritakan peristiwa yang terjadi pada saat kelahirannya dan mengadakan pesta saat upacara sedang berlangsung, menikmati makanan yang disiapkan dan kemudian bubar, tidak lebih dari itu; merupakan salah satu bentuk bid'ah hasanah, bahwa pelakunya mendapat pahala karena mengandung pengagungan keagungannya dan dapat mengungkapkan kegembiraan atas kabar gembira tentang kelahiran keagungannya .

Orang yang pertama kali memperingati maulid Nabi ini adalah penguasa Irbil, Raja al-Mudhoffar Abu Sa'id Kaukabri bin Zainid-Din bin Buktukin, salah satu raja yang mulia, agung dan dermawan. Dia memiliki warisan dan jasa yang baik, dan dialah yang membangun al-Jami^ al-Mudhoffari di lereng Gunung Qasiyun.

[Lihat juga kitab al-Hawi lil-Fatawa karangan as-Suyûthii, Darul-Kutub al-^Ilmiyyah, 1421 H/2000 R, Beirut-Lubnan, cet. 1, jil.1, hlm. 181]

dan masih banyak lagi fatwa para ulama yang tidak disebut disini. 

Posting Komentar untuk "Fatwa Ulama Kenapa Kita Merayakan Maulid Nabi"