Kisah Kelahiran Nabi Isa Alaihissalaam
Kisah Kelahiran Sayyidina Isa
بِسمِ اللهِ الرَّحمَنِ الرَّحِيمِ
الحَمدُ للهِ رَبِّ العَالَمِينَ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللهِ، أَمَّا بَعدُ:
Mukadimah
Allah ta’ala berfirman:
﴿مَا الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيقَةٌ﴾ سورة المائدة (75)
Maknanya: “Almasih putra Maryam hanyalah seorang rasul. Sebelumnya pun sudah berlalu beberapa rasul. Ibunya adalah seorang wali perempuan yang berpegang teguh pada kebenaran.” (QS al-Ma’idah: 75)
﴿إِنَّ مَثَلَ عِيسَىٰ عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ﴾ سورة ءال عمران (59)
Maknanya: “Sesungguhnya perumpamaan penciptaan Isa bagi Allah adalah seperti penciptaan Adam. Dia menciptakannya dari tanah dan tak ada kesulitan bagi-Nya dalam menciptakannya.” (QS Ali ‘Imran: 59)
Ibunda Nabi Isa, Maryam binti ‘Imran adalah sosok perempuan yang suci. Ia dikenal sebagai wali perempuan yang memegangteguh kebenaran dan senantiasa menjaga kehormatan dirinya. Sejak kecil, Maryam tumbuh dalam lingkungan yang penuh keutamaan dan kemuliaan. Ia senantiasa menunaikan kewajiban dan memperbanyak amalan sunnah.
Para malaikat sering datang mengunjungi Maryam. Hingga pada suatu hari, mereka membawa kabar yang luar biasa: Allah telah memilih Maryam di atas seluruh perempuan, menyucikannya dari segala keburukan, dan menganugerahkan kepadanya seorang anak mulia. Anak itu kelak akan memiliki kedudukan tinggi di dunia dan akhirat. Sejak bayi ia akan berbicara kepada manusia dari dalam buaian, lalu ketika dewasa ia akan menjadi salah seorang hamba Allah yang saleh.
Inilah awal dari kisah kelahiran Nabi Isa ‘alaihissalām—sebuah peristiwa penuh keberkahan yang akan selalu dikenang sepanjang masa.
Kabar gembira malaikat kepada Sayyidah Maryam tentang kelahiran Nabi Allah Isa. Allah ta’ala berfirman:
﴿إِذْ قَالَتِ الْمَلَائِكَةُ يَا مَرْيَمُ إِنَّ اللَّهَ يُبَشِّرُكِ بِكَلِمَةٍ مِنْهُ اسْمُهُ الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ وَجِيهًا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمِنَ الْمُقَرَّبِينَ * وَيُكَلِّمُ النَّاسَ فِي الْمَهْدِ وَكَهْلًا وَمِنَ الصَّالِحِينَ﴾ سورة ءال عمران (45 – 46)
Maknanya: “(Ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata, “Wahai Maryam, sesungguhnya Allah menyampaikan kabar gembira kepadamu tentang (kelahiran anak yang diciptakan), namanya Isa Almasih putra Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat serta termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah). Dia berbicara dengan manusia (sewaktu) dalam buaian dan ketika sudah dewasa serta termasuk orang-orang saleh.”
Suatu ketika, Maryam keluar dari mihrabnya—tempat ia biasa beribadah—dan berjalan menuju sisi timur Baitul Maqdis. Di saat itulah Allah mengutus malaikat Jibril untuk menyampaikan kabar besar kepadanya.
Jibril datang dalam wujud seorang pemuda tampan berwajah putih cerah. Maryam yang tidak mengenalnya sempat terkejut dan merasa takut. Ia berusaha menjauh sambil berkata, “Kalau engkau orang yang bertakwa, janganlah mendekat dan berbuat buruk kepadaku.”
Jibril pun menenangkan hatinya. Ia berkata, “Aku bukan manusia, melainkan malaikat yang diutus Allah. Aku datang membawa kabar gembira: engkau akan dikaruniai seorang anak laki-laki yang suci.”
Maryam heran. Bagaimana mungkin ia bisa memiliki anak, sedangkan ia masih perawan dan tidak bersuami, ia juga bukan seorang pezina? Jibril menjawab, “Bagi Allah, menciptakan seorang anak tanpa ayah adalah hal yang mudah. Anak itu akan menjadi bukti atas kekuasaan-Nya yang sempurna, serta rahmat dan nikmat bagi orang-orang yang beriman dan mengikutinya.”
Maryam pun menerima dengan penuh ketundukan apa yang disampaikan kepadanya. Ia pasrah dan menyerahkan diri pada ketentuan Allah, meski sadar bahwa ujian besar menantinya. Ia tahu orang-orang akan membicarakan dirinya, sebab mereka hanya melihat keadaan dari luar tanpa memahami hakikat yang sebenarnya.
Kemudian Allah memerintahkan malaikat Jibril untuk meniupkan ruh Nabi Isa ke dalam diri Maryam. Jibril meniupkan pada bagian atas pakaian Maryam, dan dengan izin Allah, tiupan itu sampai ke rahimnya. Dari tiupan suci itulah Maryam mengandung seorang anak mulia, yaitu Al-Masih Isa ‘alaihissalām.
Dikatakan bahwa usia Maryam ‘alaihassalām ketika mengandung Nabi Isa adalah sekitar tiga belas tahun. Para ulama berbeda pendapat mengenai lamanya masa kehamilan tersebut. Ada yang mengatakan hanya sembilan jam, ada yang berpendapat delapan bulan, dan ada pula yang menyebut sembilan bulan.
Sebagian ahli hadis berpendapat bahwa yang lebih kuat adalah sembilan bulan, sebagaimana umumnya perempuan hamil dan melahirkan sesuai waktunya. Sebab, jika keadaannya berbeda dari kebiasaan itu, tentu akan disebutkan secara jelas dalam riwayat. Wallāhu a‘lam—Allah-lah yang lebih mengetahui kebenaran yang sesungguhnya.
Tuduhan Bani Isra’il kepada Maryam
Ketika Maryam ‘alaihassalām mengandung Nabi Isa dan tanda-tanda kehamilannya mulai tampak, orang pertama yang menyadarinya adalah Nabi Zakariya ‘alaihissalām. Ada juga riwayat yang menyebut bahwa yang pertama mengetahuinya adalah sepupu Maryam, yaitu Yusuf bin Ya‘qub. Ia dikenal sebagai seorang hamba Allah yang saleh, rajin beribadah bersama Maryam di masjid, dan dijuluki Yusuf an-Najjār.
Perlu dicatat, Yusuf an-Najjār ini berbeda dengan Nabi Yusuf bin Ya‘qub yang kisahnya terkenal dalam Al-Qur’an. Ia adalah sosok lain, seorang kerabat Maryam yang hidup sezaman dengannya.
Yusuf an-Najjār yang melihat tanda-tanda kehamilan Maryam merasa heran. Ia tahu betul kesalehan dan kesucian Maryam, sehingga sulit baginya memahami apa yang terjadi. Suatu kali, ia mencoba menyinggung hal itu dengan bertanya, “Wahai Maryam, mungkinkah ada tanaman tumbuh tanpa benih?”
Maryam menjawab dengan tenang, “Ya, tentu. Bukankah Allah yang menciptakan benih pertama?”
Yusuf kembali bertanya, “Kalau begitu, mungkinkah ada anak lahir tanpa seorang ayah?”
Maryam menjawab, “Ya, Allah telah menciptakan Adam tanpa ayah dan ibu.”
Mendengar jawaban itu, Yusuf pun berkata, “Kalau begitu, ceritakanlah kepadaku apa yang sebenarnya terjadi.”
Maryam lalu menjelaskan dengan jujur, “Allah telah memberiku kabar gembira tentang seorang anak yang akan lahir dariku. Ia adalah kabar gembira dari-Nya, namanya Al-Masih Isa putra Maryam.”
Kabar tentang kehamilan Maryam pun tersebar di tengah Bani Israil. Banyak orang yang langsung berprasangka buruk kepadanya. Ada yang menuduh Maryam hamil karena Yusuf an-Najjār, sepupunya, dan ada pula yang menuduhnya dengan Nabi Zakariya ‘alaihissalām.
Maryam sangat sedih mendengar tuduhan-tuduhan itu. Hatinya diliputi kesedihan mendalam dan kegelisahan besar. Akhirnya, Maryam memilih menjauh dari mereka, menyembunyikan diri, dan pergi ke tempat yang jauh. Ia ingin menghindar dari tuduhan dan hinaan karena mengandung tanpa suami.
Maryam tahu, orang-orang tidak akan mempercayai penjelasannya. Mereka hanya melihat keadaan lahiriah tanpa memahami kebenaran yang sesungguhnya. Padahal Maryam dikenal sebagai perempuan yang taat beribadah, tekun berdoa, dan senantiasa berdiam di masjid untuk beribadah kepada Allah.
Kelahiran Nabi Isa
Ketika masa kehamilan Maryam ‘alaihassalām telah genap, ia berada di Betlehem. Saat itu rasa sakit melahirkan semakin kuat hingga membuatnya bersandar pada batang pohon kurma. Ada yang mengatakan pohon itu kering, ada pula yang menyebutnya masih berbuah. Di sanalah Maryam melahirkan putranya yang mulia, Nabi Isa ‘alaihissalām.
Dalam keadaan seperti itu, malaikat Jibril memanggilnya dari bawah bukit untuk menenangkan hatinya. Ia menyampaikan kabar bahwa Allah telah menjadikan sebuah aliran sungai kecil di dekatnya. Jibril juga memintanya menggoyangkan batang pohon kurma agar buah kurma segar jatuh, sehingga Maryam bisa makan dan minum dari rezeki yang Allah sediakan.
Jibril meneguhkan Maryam agar hatinya tenang: ia diminta menikmati makanan dan minuman itu, serta tidak berbicara dengan siapa pun. Jika ada orang yang menemuinya, Maryam hanya perlu memberi isyarat bahwa ia telah bernazar berpuasa untuk Allah Yang Maha Pengasih. Dalam syariat mereka, puasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga dari berbicara.
Maryam ‘alaihassalām menggoyangkan batang pohon kurma, lalu buah kurma segar yang ranum pun berjatuhan. Ia memakannya dan minum dari aliran sungai kecil yang Allah keluarkan dengan kekuasaan-Nya di tempat yang sebelumnya tidak ada sungai. Semua itu adalah bentuk kemuliaan dari Allah untuk Maryam atas iman dan kesalehannya, sekaligus perhatian bagi bayi mulia yang baru lahir, Al-Masih Isa ‘alaihissalām.
Diriwayatkan pula bahwa ketika Isa putra Maryam lahir, berhala-berhala yang disembah selain Allah di seluruh penjuru bumi terbalik dan jatuh tersungkur. Peristiwa itu membuat para setan ketakutan dan kebingungan, tidak tahu apa yang terjadi. Mereka segera berlari menemui Iblis dan melaporkan kejadian tersebut.
Iblis pun terbang melintasi tempat kelahiran Isa. Saat ia melihat para malaikat mengelilingi lokasi itu, ia sadar bahwa peristiwa besar itu terjadi karena kelahiran seorang bayi mulia. Iblis ingin mendekat, tetapi para malaikat tidak mengizinkannya.
Maryam Membawa Bayinya kepada Kaumnya
Maryam ‘alaihassalām akhirnya kembali kepada kaumnya di Betlehem sambil menggendong bayi Isa di tangannya. Begitu mereka melihatnya, orang-orang langsung menuduh dan mencelanya. Mereka berkata dengan nada keras, “Engkau telah melakukan perbuatan yang sangat tercela! Ayahmu bukanlah orang jahat, dan ibumu bukanlah seorang pezina.”
Kaumnya berprasangka buruk dan terus menegurnya dengan kata-kata pedas. Maryam tetap diam, karena ia telah bernazar untuk berpuasa dari berbicara. Ia hanya menahan diri, tidak menjawab satu pun tuduhan mereka.
Ketika keadaan semakin sulit, Maryam memberi isyarat kepada kaumnya agar bertanya langsung kepada bayi yang digendongnya. Orang-orang pun terkejut dan berkata dengan nada mengejek, “Bagaimana mungkin kami berbicara dengan seorang bayi yang masih di buaian? Apa yang kau lakukan ini tidak lain hanyalah mempermainkan kami dan merendahkan kami, karena engkau tidak mau menjawab dengan kata-kata.”
Saat itu, dengan kekuasaan-Nya, Allah menjadikan bayi Isa ‘alaihissalām yang baru berusia empat puluh hari berbicara. Kata-kata pertamanya adalah, “Sesungguhnya aku hamba Allah.” Itulah pengakuan Isa tentang penghambaan dirinya kepada Allah, dan menjadi kalimat pertama yang keluar dari lisannya ketika masih berada di buaian.
Ia melanjutkan, “Allah telah memberiku kitab dan menjadikanku seorang nabi.” Ucapan ini adalah kabar tentang ketetapan Allah yang akan tampak di kemudian hari, sekaligus pembelaan bagi ibunya dari segala tuduhan. Sebab, Allah tidak mungkin menganugerahkan kenabian kepada seseorang yang lahir dari perbuatan tercela, sebagaimana prasangka buruk yang diarahkan kepada Maryam.
Isa kemudian berkata, “Allah menjadikanku penuh berkah di mana pun aku berada.” Maksudnya, ia akan selalu membawa manfaat, mengajarkan kebaikan, dan menyeru manusia untuk menyembah Allah semata. Ia juga berkata, “Allah memerintahkanku untuk mendirikan shalat dan menunaikan zakat selama aku hidup, serta berbakti kepada ibuku. Ia tidak menjadikanku sombong dan celaka.”
Sejak kecil hingga dewasa, Nabi Isa senantiasa mendirikan shalat dan taat beribadah, menolong orang miskin, dan bersikap lembut kepada sesama. Ia bukanlah sosok yang kasar atau keras hati.
Kemudian Isa berkata, “Salam sejahtera atas diriku pada hari aku dilahirkan, pada hari aku wafat, dan pada hari aku dibangkitkan kembali hidup.” Tiga keadaan ini adalah saat-saat paling berat bagi manusia, namun Allah menjadikan Isa dalam keadaan selamat di ketiganya: saat lahir, saat wafat, dan saat dibangkitkan pada hari kiamat.
Setelah Nabi Isa ‘alaihissalām berbicara di buaian, mengakui dirinya sebagai hamba Allah, serta membela ibunya dari tuduhan yang tidak benar, ia kemudian berhenti berbicara. Sejak saat itu, Isa kembali seperti bayi pada umumnya, tidak berbicara lagi hingga mencapai usia yang wajar bagi anak-anak untuk mulai berbicara.
Ketika tiba waktunya, Allah kembali memberinya kemampuan berbicara, namun kali ini dengan penuh hikmah dan keindahan bahasa. Sejak kecil, Isa telah dianugerahi kecerdasan dan kefasihan yang luar biasa, tanda kenabian yang kelak semakin jelas dalam perjalanan hidupnya.
Sejak masa itu hingga generasi berikutnya, banyak orang yang berbeda pendapat tentang Nabi Isa ‘alaihissalām. Orang-orang kafir terbagi dalam beberapa kelompok.
1. Sebagian orang Yahudi menuduh Isa sebagai anak dari perempuan pezina. Mereka terus bertahan dalam kekufuran dan keingkaran. Allah menegaskan dalam Al-Qur’an:
وَّبِكُفْرِهِمْ وَقَوْلِهِمْ عَلٰى مَرْيَمَ بُهْتَانًا عَظِيْمًاۙ
“(Kami juga menghukum mereka) karena kekufuran mereka dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan tuduhan palsu lagi sangat keji.” (QS. An-Nisā’: 156).
2. Ada pula kelompok lain yang tersesat dengan mengatakan Isa adalah Tuhan. Sebagian lagi berkata ia adalah anak Tuhan. Ada pula yang mengatakan Allah adalah salah satu dari tiga (trinitas). Na‘ūdzubillāh dari kekufuran semacam itu. Allah berfirman:
فَاخْتَلَفَ الْاَحْزَابُ مِنْۢ بَيْنِهِمْۚ فَوَيْلٌ لِّلَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ مَّشْهَدِ يَوْمٍ عَظِيْمٍ
“Golongan-golongan di antara mereka (Yahudi dan Nasrani) berselisih. Celakalah orang-orang yang kufur pada waktu menyaksikan hari yang sangat agung!.” (QS. Maryam: 37).
3. Adapun orang-orang beriman berkata: Isa adalah hamba Allah, Rasul-Nya, putra Maryam hamba-Nya, kabar gembira yang Allah sampaikan kepada Maryam melalui Jibril, dan ruh Isa adalah ruh yang dimuliakan Allah. Mereka inilah golongan yang selamat dan mendapat pertolongan.
Penutup
Allah berfirman:
ذَٰلِكَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ قَوْلَ الْحَقِّ الَّذِي فِيهِ يَمْتَرُونَ * مَا كَانَ لِلَّهِ أَنْ يَتَّخِذَ مِنْ وَلَدٍ سُبْحَانَهُ إِذَا قَضَىٰ أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ﴾
“Itulah (hakikat) Isa putra Maryam, perkataan benar yang mereka ragukan. Tidak patut bagi Allah mempunyai anak. Mahasuci Dia. Apabila hendak menetapkan sesuatu, tidak sulit bagi-Nya dalam menciptakan apapun” (QS. Maryam: 34–35).
Nabi Isa ‘alaihissalām adalah hamba Allah, ciptaan-Nya, putra Maryam—seorang wanita mulia, sebaik-baik perempuan. Allah tidak pernah lemah, tidak pernah letih, dan tidak pernah kesulitan. Apa pun yang Dia kehendaki, akan terwujud seketika tanpa tertunda, tanpa ada rasa susah atau payah.
Menciptakan Isa tanpa ayah adalah hal yang mudah bagi Allah. Bahkan Allah telah menciptakan Adam tanpa ayah dan ibu, hal ini lebih menakjubkan, dan menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam. Maka kelahiran Isa tanpa ayah bukanlah sesuatu yang mustahil, melainkan tanda kekuasaan Allah.
Isa adalah hamba Allah, diciptakan dan dibentuk dalam rahim sebagaimana makhluk lainnya. Ia bukan anak Tuhan, sebab Allah tidak layak dan mustahil memiliki anak. Dialah Pencipta segala sesuatu, Pemilik seluruh alam. Semua makhluk membutuhkan kepada-Nya, tunduk dan merendahkan diri kepada-Nya. Seluruh penghuni langit dan bumi adalah hamba-Nya, dan Dialah satu-satunya Tuhan Pencipta segala sesuatu, tiada sekutu bagi-Nya.
Sumber Rujukan
Tulisan ini dirangkum dan disarikan dari:
- Tarikh ath-Thabari karya Imam ath-Thabari
- Al-Kamil fi at-Tarikh karya Ibn al-Atsir
- Al-Bidayah wa an-Nihayah karya Ibn Katsir
