Fatwa Salah Yang Membunuh Sahabat Nabi
Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda :
مَنْ أَفْتَى بِغَيْرِ عِلْمٍ لَعَنَتْهُ مَلَائِكَةُ السَّمَاءِ وَالْأَرْض
Maknanya: "Siapa saja yang menyampaikan hukum agama dengan logikanya (berfatwa tanpa 'ilmu) maka malaikat langit dan Malaikat bumi melaknatnya".
Inilah pentingnya mengatakan "saya tidak tahu" ketika ia ditanya suatu perkara agama yang tidak diketahuinya. Dan ini adalah bagian dari "ilmu agama". Jadi, Memberi fatwa tanpa ilmu agama adalah maksiat lidah dan termasuk salah satu dari bagian DOSA BESAR.
Berfirman Allah taala :
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
Maknanya : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya; janganlah berbicara perkara agama tanpa ilmu. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dipertanggungjawabkan” [makna ayat 36 surah al-Isra']
Artinya janganlah kamu berkata dengan suatu perkataan tanpa berdasarkan ilmu (yang diperoleh dari sumber yang benar). Maka seyogyanya atas setiap penuntut ilmu agama jangan lalai daripada menuturkan perkataan: "laa adrii; aku tidak tahu”.
Telah shahih dan tsabit dari Rasulullah ﷺ bahwasanya baginda nabi ditanya tentang sebaik-baik tempat dan seburuk-buruk tempat lalu baginda nabi bersabda :
( ﻻ ﺃﺩﺭﻱ ﺃﺳﺄﻝ ﺟﺒﺮﻳﻞ )
Artinya : “Aku tidak mengetahuinya, aku akan tanyakan Jibril”
Berkata Jibril :
( ﻻ ﺃﺩﺭﻱ ﺃﺳﺄﻝ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺰﺓ )
artinya: "aku tidak mengetahuinya, akan aku tanyakan Tuhanku yang Maha Mulia.
Kemudian turun wahyu kepada Rasulullah ﷺ bahwa sebaik-baik tempat adalah masjid-masjid, dan seburuk- buruk tempat ialah pasar-pasar.
Di antara sifat orang yang amanah dan berilmu ialah apabila dia tidak tahu (suatu masalah agama) dia mengatakan dia tidak tahu atau diam. Jangan merusakkan hidup dan agama dengan berfatwa atau memberi penjelasan terhadap agama secara ngawur; tanpa dasar ilmu.
Imam Malik [gurunya Imam asy-Syafi'i] ditanyakan kepadanya 48 pertanyaan, namun beliau hanya menjawab 16 pertanyaan saja dan selebihnya beliau berkata: LAA ADRII; aku tidak tahu, padahal beliau seorang imam mujtahid muthlaq dan jika ia berijtihad maka bisa dilakukan namun untuk mengajarkan pada kita agar tidak tergesa-gesa dan mengajarkan sifat tawadhu'. Tentang kisah dari Imam Malik ini disebutkan dalam kitab Umdah ar-Raghib (hlm. 379-380).
Ada kisah bahwa dengan berfatwa tanpa ilmu menjadikan membunuh saudaranya sendiri, sahabat nabi, di masa itu. Hal ini disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud tentang seorang laki-laki yang terluka di kepalanya. Pada suatu malam yang dingin ia berhadats besar (Junub), setelah ia bertanya kepada saudaranya (yaitu orang-orang yang bersamanya) tentang hukumnya. Mereka menjawab: "Mandilah!".
Kemudian ia mandi dan meninggal dunia (karena kedinginan, serta luka di kepalanya). Ketika Rasulullah ﷺ dikabari tentang berita ini, beliau bersabda:
قَتَلُوهُ قَتَلَهُمْ اللَّهُ أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ وَيَعْصِبَ عَلَى جُرْحِهِ خِرْقَةً ثُمَّ يَمْسَحُ عَلَيْهَا وَيَغْسِلُ سَائِرَ جَسَدِهِ
Maknanya: "Mereka telah membunuhnya, semoga Allah membalas perbuatan mereka! Tidakkah mereka bertanya kalau memang tidak tahu, karena obat dari ketidaktahuan (kebodohan) adalah bertanya! (yakni obat kebodohan adalah bertanya kepada ahli ilmu). Sesungguhnya cukuplah bagi orang tersebut untuk bertayammum dan membalut lukanya dengan kain kemudian mengusap kain tersebut (dengan air) dan membasuh (mandi) sisa badannya (untuk selain luka itu pada seluruh tubuhnya yang lain)." (HR. Abu Dawud dan lainnya)
Dari kasus ini, diketahui bahwa seandainya ijtihad diperbolehkan bagi setiap orang islam untuk melakukannya, tentunya Rasulullah tidak akan mencela mereka yang membenci fatwa kepada orang yang junub tersebut, padahal mereka bukan ahli untuk berfatwa.
Kemudian tugas seorang mujtahid yang khusus baginya adalah melakukan qiyas, yaitu mengambil hukum bagi sesuatu yang tidak ada nashnya dari sesuatu yang memiliki nash, karena ada kesamaan dan keserupaan antara keduanya..
Dari kisah ini, hendaklah kita berhati-hati dan waspada terhadap mereka yang suka omon-omon (tanpa ilmu). Mereka yang berfatwa tanpa ilmu itu sangat jauh dari tingkatan ijtihad. Jadi mereka yang suka berfatwa tanpa ilmu, mereka adalah perusak agama, pengacau dalam urusan agama.
