Pemalsuan Makam Wali Pitu di Bali Terungkap
Tulisan ini kami sadur dari Penelitian Abdur Rahman El Syarif. Beliau yang menelaah secara kritis dan diambil dari berbagai sumber, baik sumber primer maupun skunder dan tersier.
Telaah kritis ini karena munculnya makam-makam baru di daerah Bali yang diklaim sebagai Makam Walipitu. Dan semuanya itu hanya berdasarkan mimpi belaka. Dalam kajian ini juga tidak menyinggung nasab palsu, tetapi hanya pemalsuan makam yang sudah marak di Indonesia, bahkan pulau Bali.
Jadi, kengawuran soal sejarah Indonesia yang dinisbatkan kepada perjuangan oleh tokoh fiktif para habib-habib ini sudah merajalela, bahkan dibuatkan buku hanya berdasarkan diskusi semata, bukan dari sejarah nyata. Pemalsuan makam-makam yang juga dilakukan oleh oknum Ba’lawi ini juga sudah merebak di berbagai daerah. Dan Proyek pemalsuan makam ini mencatut nama Habib Lutfi Pekalongan sebagai “Dalang” makam palsu. Dan yang paling ketara adalah pemalsuan Sumodiningrat, padahal Sumodiningrat adalah pahlawan Mataram Islam dan murni berdarah Jawa, bukan habib.
Kembali ke Topik Walipitu, ada sebuah buku Wali Pitu yang sengaja dibikin untuk menguatkan pemalsuan makam tersebut di Bali. Buku ini ditulis oleh Habib Toyyib Zaen Arifin Assegaf yang mengaku sebagai pelopor dan penemu makam-makam walipitu itu. Dan cukup menganggetkan itu ternyata makam-makam yang diklaim sebagai wali pitu di Bali itu baru di temukan tahun abad ke 20, Dan hanya berdasarkan ronsen alias melalui metode Kasyaf, mimpi, bisikan ghaib. Setelah barulah dibuatkan data palsunya agar mendukung tujuan mereka.
Padahal menurut pengakuan masyarakat sebenarnya tidak tahu kalau disana ada kuburan, bahkan faktanya tidak ada kuburan sama sekali alias lahan kosong. Tapi lagi-lagi, karena bisikan ghaib dinamailah makam-makam itu. Sang Pelopor ini juga memberikan bumbu manis, dibuatlah karomah-karomahnya.
Singkatnya, si Zaen ini katanya selama bertahun-tahun dia sudah menemukan 6 makam, namun dalam minpinya ada tujuh wali bukan enam wali. Lalu Dia mendapat ilham lagi, kalau makamnya itu belum berwujud alias belum orangnya belum meninggal, aneh bukan?!!. Baru sekitar Tahun 90an akhir, meninggallah tokoh wali itu yang katanya bernama habib ali Bafaqih, dan dijadikan kalau dia wali ketujuh. Kemudian baru dikatakan lengkap sudah sebutan Wali pitu ini. Berdasarkan ini, ternyata Tujuan dari pembuatan walipitu ini agar menandingi Walisongo yang ada dipulau jawa, dan kemudian mereka dapat mengambil para peziarah agar berziarah ke walipitu untuk mendapatkan keuntungan.
Abdur Rahman El Syarif, juga menuliskan bahwa ada sebuah batako kuno, bekas bekas perkampungan kuno. Kemudian datangkanlah orang yang dianggap "orang pinter" kalo diterjemahkan ya orang yang bisa kasyaf dan hal ghaib, kemudian dimasukan jin ke mediator untuk diwawancarai. Ini adalah sebuah trik agar masyarakat pada percaya bahwa jin penunggu disitu dapat memberikan penjelasan lengkap tentang makam itu, akhirnya orang-orang yang kerasukan itu cerita kalau dulu tempat ini begini begitu, dan ini makam si Habib A, terus ada lagi datang orang pinter, wawancarai jin, kemudian Habib B, Habib muncul lagi habib C, disamping-samping makam itu. Al Hasil, masyarakat disuruh percaya dan sekarang jadilah tempat wisata Ziarah (Wisata Religi). Apakah benar begitu? Saksi mata persitiwa itu banyak kok, mulai dari yang ikut gali gali batakonya, atau ahli dibidang sejarah. Dan metode seperti ini di kopi paste ke berbagai daerah, termasuk di BALI.
Kemungkinan besar, proyek pengadaan makam makam palsu yang khususnya Walipitu di Bali itu untuk menandingi kekeramatan Walisongo di Jawa.
Bahkan Abdur Rahman El Syarif ini sudah menelusuri data fakta sejarah ke berbagai sumbernya termasuk buku-buku sejarah BALI. Dan hasilnya NIHIL, tidak ditemukan sejarah walipitu (la iya wong lagi dibikin tahun 90an).
Untuk memberikan kesan fakta sejarah asli, Wali pitu ini diklaim sebagai penyebar islam di pulau dewata BALI. Dan disebarkan ke berbagai media termasuk media ternama, seperti liputan6 dan lainnya, agar seakan akan benar adanya.
Tujuan Menandingi Walisongo ini adalah bukan tujuan utama, tetapi tujuan sebenarnya adalah mereka akan klaim bahwa semua para wali di Nusantara adalah dari bangsanya. Dan dengan mudah mereka akan mengklaim tidak ada wali selain mereka, bahkan sekarang sudah kita dengar di sosial media bahwa Indonesia adalah Milik Tarim. Pernah Dengar???
Inilah buktinya!!
Bahkan Nasyid NU ada yang dibuat bahwa "HABIB RIZIEK Gurunya NU" pernah dengar??? ini adalah doktrin yang dikeluarkan oleh mereka agar mereka selalu ada di atas kasta tertinggi sehingga dipuja dan mengaku sebagai keturunan nabi. Padahal Sudah ada yang membantah dan menantang untuk membuktikan kalau benar keturunan nabi dengan cek DNA dan memberikan data otentik, namun sampai hari ini nihil. Beliau adalah Kyai Imad dari Banten.
Kembali ke Walipitu, Ada sebuah media berita disitu anda bisa membacanya bahwa jejak Walipitu tidak akurat (bahasa halus palsu). Hal itu sempat ditelusuri penulis (Abdur Rahman El Syarif) dalam silaturahim atau ziarah Wali Pitu dari makam ke makam selama pandemi COVID-19 (2020-2021), dari barat (Jembrana) hingga timur (Karangasem).
“Kalau menyebut Wali Pitu, sebagai orang yang sudah lama berada di Bali, kami tertawa, karena Wali Pitu itu rute wisata religi dari biro travel saja,”ujar salah seorang tokoh masyarakat Karangasem, Rudi pada Senin (17/5), dikutip dari Antara.
Ya, jika merujuk istilah “Wali Pitu” di Bali, maka orientasinya pada Walisongo di Jawa yang merupakan Wali yang dikomandoni oleh Kanjeng Raden Rahmat (Sunan Ampel) Surabaya, Jawa Timur pada 1404.
Merekalah, sembilan penyebar Islam di Tanah Jawa, yang mendakwahkan Islam, melalui metode dakwah yang strategis hingga mampu diterima masyarakat Jawa, atau mampu mengislamkan masyarakat Jawa hingga melebihi 90 persen.
Apakah di Bali juga ada semacam Dewan Wali seperti walisongo? Faktanya, istilah “Wali Pitu” itu justru disusun Habib Toyyib Zaen Arifin Assegaf dalam bukunya bertajuk “Sejarah Wujudnya Makam ‘Sab’atul Auliya’, Wali Pitu di Bali” (dikutip dari Ponpes Lirboyo, Kediri, Jatim, 1998).
Dalam buku itu, Habib Toyyib Zaen Arifin Assegaf yang merupakan pengasuh Jam’iyah Manaqib Al Jamali (Singkatan dari Jawa-Madura-Bali) menyebut situs (peninggalan) makam-makam Wali Pitu (wali tujuh) yang lokasinya menyebar di beberapa wilayah di Bali. Dia mendaku dam klaim bahwa ketujuh nama itu diketahuinya lewat pengalaman rohani spiritual yang memberikan petunjuk-petunjuk kepadanya pada Bulan Muharam 1412 H/1992 M, katanya di buku itu.
Dan yang lebih heran lagi adalah masyarakat yang percaya begitu saja bukan karena apa-apa, tetapi karena dianggap keturuan Nabi, sehingga masyarakat hanya manggut manggut saja.
