Inilah Makna yang benar Kun Fayakun
Dalam ibadah setiap ziarah kubur atau terdapat musibah yang menimpa keluarga atau tetangga yang meninggal dunia, biasanya membaca surat yasin, bahkan khataman al Qur'an. Nah di dalam surat yasin terdapat ayat yang berbunyi "Kun Fayakun".
Bahkan, di dalam Al Qur'an, firman Allah “Kun Fayakun” itu berulang sampai delapan tempat. Yaitu dalam Surat Al-Baqarah: 117, Surat Ali ‘Imran: 47, Surat Ali ‘Imran: 59, Surat Al-An’am: 73, Surat An-Nahl: 40, Surat Maryam: 35, Surat Yasin: 82, dan Surat Ghafir: 68. Sebagai berikut:
بديع السّماوات والأرض وإذا قضى أمرًا فإنّما يقول له كن فيكون {سورة البقرة 117} / قالت ربّ أنّى يكون لي ولدٌ ولم يمسسني بشرٌ قال كذلك الله يخلق مايشآء إذا قضى أمرًا فإنّما يقول له كن فيكون {سورة ءال عمران: 47} / إنّ مثل عيسى عند الله كمثل ءادم خلقه من ترابٍ ثمّ قال له كن فيكون {سورة ءال عمران: 59} / وهو الّذي خلق السّماوات والأرض بالحقّ ويوم يقول كن فيكون قوله الحقّ وله الملك يوم ينفخ في الصّور عالم الغيب والشّهادة وهو الحكيم الخبير {سورة الأنعام: 73} / إنّما قولنا لشىءٍ إذا أردناه أن نّقول له كن فيكون {سورة النحل: 40} / ماكان للّه أن يتّخذ من ولدٍ سبحانه إذا قضى أمرًا فإنّما يقول له كن فيكون {سورة مريم: 35} / إنّمآ أمره إذآأراد شيئًا أن يقول له كن فيكون {سورة يس: 82} / هو الّذي يحي ويميت فإذا قضى أمرًا فإنّما يقول له كن فيكون {سورة غافر: 68}
Sedangkan Makna secara harfiah dari ayat “Kun Fayakun” dalam ayat-ayat tersebut yaitu "Jadilah!", Maka ia (apa yang dikehendaki oleh Allah) pasti terjadi”. Makna harfiah ini seakan Allah Ta'ala berkata-kata dengan kalimat “Kun”, dengan huruf kaf dan nun, karena pemahaman ini banyak sekali yang mengikutinya. Akan tetapi makna harfiah ini tentu saja TIDAK boleh diambil dan juga Tidak boleh diyakini. Karena jika, Allah berkata-kata demikian; dengan huruf-huruf, suara dan bahasa maka berarti Allah sama dengan ciptaannya. Keyakinan demikian adalah keyakinan rusak/batil, karena Allah tidak sama dengan makhluk-Nya.
Dasar keyakinan yang harus dan wajib kita yakini sepenuhnya adalah bahwa Kalam Dzat Allah Esa; yaitu tidak ada sekutu dan keserupaan baginya. Artinya adalah Kalam Dzat Allah bukanlah sebagai huruf, bukan suara, dan juga bukan bahasa. Kalam Allah bukan juga dengan alat-alat; seperti lidah, mulut, atau anggota badan lainnya. Allah Ta'ala bukanlah benda, dan sifat-sifat Allah bukanlah sifat-sifat benda. Penjelasan ini telah dijelaskan Ulama Mujtahid yaitu al-Imam Abu Hanifah, al-Imam al-Baihaqi, dan lainnya, sebagaimana penjelasan yang telah dikutip di atas.
Jadi, dalam menafsirkan firman Allah Ta'ala “Kun Fayakun” para ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah ada dua penjelasan. Yaitu sebagai berikut;
(Penjelasan ke-Satu); Seperti yang diungkapkan/dijelaskan oleh al-Imam Abu Manshur al-Maturidi, bahwa firman Allah Ta'ala "Kun Fayakun" dalam ayat-ayat tersebut adalah untuk mengungkapkan bahwa segala apa yang dikehendaki oleh Allah sangat mudah dan cepat kejadiannya, tidak ada siapapun yang dapat menghalangi Allah dalam kehendak-Nya.
(Penjelasan ke-Dua); Dijelaskan diantaranya oleh al-Imam al-Baihaqi dan lainnya bahwa makna firman Allah Ta'ala “Kun Fayakun” adalah untuk ungkapan dari ketetapan hukum Allah yang Azali (tidak bermula) terhadap keberadaan sesuatu. Maka Allah menciptakan segala sesuatu yang telah Allah Ta'ala kehendaki akan keberadanyanya, pada waktu yang sesuai dengan apa yang Allah Ta'ala kehendaki dan seperti apa yang Allah Ta'ala ketahui akan kejadiannya. Hal ini dapat diartikan bahwa Allah Ta'ala menciptakan segala sesuatu yang Allah Ta'ala kehendaki akan kejadiannya dengan Kalam-Nya yang Azali, yang bukan sebagai huruf dan bukan juga suara. Jadi Bukan artinya Allah berkata-kata dengan huruf kaf dan nun. Karena berkata-kata dengan huruf-huruf adalah sifat kita, manusia, sifat makhluk.
Mujadid abad ini, Al-Imam al-Hafizh Abdullah al-Harari dalam ad-Dalil al-Qawim menuliskan:
(تنبيه) نعلم حسا وضرورة بأن الكاف قبل النون ولا يجتمعان في زمن واحد، ثم يلزم الحشوية القائلين بأنه يتكلم بحرف وصوت قائم بذاته التجسيم والتشبيه، وهم قسمان؛ قسم قائلون بحلول الحوادث بذات الله تعالى، وشرذمة يقولون؛ الحروف والأصوات قديمة، وهؤلاء لا يفهمون ما يقولون، لأنا نعلم ضرورة وحسا بأن الكاف في كن قبل النون ولا يجتمعان في زمن واحد، ثم يلزمهم ما لزم النصارى في اعتقادهم أن الصفة من صفات الله القديمة وجدت بالمسيح إما كلامه وإما علمه فأثبتو قدمه، وكفرهم جميع المسلمين وتبرأوا منهم وبينوا أن الصفة الواحدة يستحيل أن تكون موجودة في موصوفين كما لا يصح أن يوجد جوهر واحد في مكانين.اهـ[1]
“[Peringatan]; Kita mengetahui secara indrawi (faktual) dan dengan sangat pasti bahwa {pada kata kun} huruf kaf sebelum nun, keduanya tidak dapat berkumpul dengan waktu yang bersamaan. Kemudian {dari pada itu} kaum Hasyawiyyah yang mengatakan bahwa Allah Ta'ala berbicara dengan huruf-huruf dan suara yang tetap dengan Dzat-Nya; hal itu menunjukkan adanya keyakinan tasybih dan tajsim (yaitu kayakinan rusak bahwa Allah diserupakan dengan makhluk dan bahwa Allah sebagai benda). Mereka [kaum Hasyawiyyah] ada dua golongan. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa para makhluk menyatu dengan Dzat Allah {na'udzu billah}. Sebagian kecil lainnya mengatakan bahwa huruf-huruf dan suara-suara itu Qadim (tidak bermula). Mereka adalah orang-orang yang tidak paham dengan apa yang mereka ucapkan sendiri. Padahal, nyata [secara faktual, dilihat secara fisik/indrawi] dan sangat pasti bahwa huruf kaf sebelum huruf nun, dan keduanya tidak dapat berkumpul dalam waktu bersamaan. Kemudian [dari pada itu], kaum Hasyawiyyah {yang berpendapat tersebut di atas} melazimkan adanya apa yang telah lazim terhadap kaum Nasrani yang berkeyakinan bahwa ada sifat dari sifat-sifat Allah yang Qadim yang tetap dengan Nabi Isa, baik sifat Kalam-Nya atau sifat Ilmu-Nya, lalu mereka menetapkan bahwa ia [Isa] Qadim {na'udzu billah}. Mereka, [kaum Nasrani, juga golongan Hasyawiyyah] telah dikafirkan oleh semua orang Islam. Seluruh orang Islam melepaskan diri (terbebas) dari keyakinan seperti mereka. [Ulama] Orang-orang Islam menjelaskan bahwa satu sifat mustahil berada dalam dua [objek] yang disifati, sebagaimana mustahil adanya satu benda (Jawhar) berada di dua tempat [dalam waktu yang bersamaan]”.
[1] Al-Harari, ad-Dalil al-Qawim, h. 65
Hal ini juga bermasalah dari keyakinan Kaum Musyabbihah. Mereka, kaum musyabbihah juga kadang menjadikan Surat Yasin: 82 dijadikan sebagai sandaran dalam menetapkan keyakinan sesat mereka. Mereka juga mengatakan bahwa dalam ayat tersebut sangat jelas ditetapkan bahwa Allah berkata “Kun”; yaitu dengan huruf kaf dan nun. Makna harfiahnya; “Jadilah!”. Oleh karena itu –menurut keyakinan mereka– Allah berbicara dengan huruf kaf dan nun, dan bersuara dengannya. Jadi, Kesimpulan mereka kaum Musyabbihah; bahwa kitab suci Al-Qur’an yang kita baca dalam bentuk huruf-huruf dan berbahasa Arab tersebut adalah sifat Kalam Allah. Na’udzu Billah.
Sehingga ini harus dijelaskan kembali, bahwa makna yang benar dari firman Allah “Kun” dalam ayat-ayat tersebut bukan berarti bahwa setiap Allah berkehendak menciptakan sesuatu, maka dia berkata: “Kun”, dengan huruf “Kaf” dan “Nun” yang artinya “Jadilah…!”. Tidak lah demikian memaknainya. Karena seandainya setiap berkehendak menciptakan sesuatu, Allah Ta'ala harus berkata “Kun”, maka dengan dalam keadaan setiap saat perbuatan-Nya tidak ada yang lain kecuali hanya berkata-kata: “kun, kun, kun….. begitu seterusnya”. Tentu ini jelas salah total penafsiran dan ini tentu mustahil atas Allah. Karena sesungguhnya dalam waktu yang sesaat saja bagi kita, Allah maha Kuasa untuk menciptakan segala sesuatu yang tidak terhitung jumlahnya.
Contohnya adalah deburan ombak di lautan, gugurnya dedaunan, tetesan air hujan, tumbuhnya tunas-tunas, kelahiran seorang bayi dari manusia, kelahiran anak hewan dari induknya, kejadian letusan gunung, sakitnya manusia dan juga kematiannya, serta berbagai macam peristiwa lainnya, kesemuanya itu adalah hal-hal yang telah dikehendaki Allah Ta'ala dan merupakan ciptaan-Nya. Semua perkara tersebut bagi kita terjadi dalam hitungan yang sangat singkat, bisa terjadi secara beruntun bahkan bersamaan.
Adapun sifat perbuatan Allah sendiri (Shifat al-Fi’il) tidak terikat oleh waktu. Allah Ta'ala menciptakan segala sesuatu, sifat perbuatan-Nya atau sifat menciptakan-Nya tersebut tidak boleh dikatakan “di masa lampau”, “di masa sekarang”, atau “di masa mendatang”. Sebab perbuatan Allah itu Azali, tidak seperti perbuatan makhluk yang baharu. Perbuatan Allah tidak terikat oleh waktu, dan tidak dengan mempergunakan alat-alat. Benar, segala kejadian yang terjadi pada alam ini semuanya baharu, semuanya diciptakan oleh Allah, namun sifat perbuatan Allah atau sifat menciptakan Allah (Shifat al-Fi’il) tidak boleh dikatakan baharu.
Kemudian perlu diperhatikan bahwa, kata “Kun” adalah bahasa Arab yang merupakan ciptaan Allah (al-Makhluk). Sedangkan Allah adalah Pencipta (Khaliq) bagi segala bahasa. Maka bagaimana mungkin Allah sebagai al-Khaliq membutuhkan kepada ciptaan-Nya sendiri (al-Makhluq)?! Seandainya Kalam Allah merupakan bahasa, tersusun dari huruf-huruf, dan merupakan suara, maka berarti sebelum Allah menciptakan bahasa, maka Allah diam; tidak memiliki sifat Kalam (Jelas ini mustahil), dan dengan pengertian demikian Allah baru memiliki sifat Kalam setelah Allah menciptakan bahasa-bahasa tersebut (jelas mustahil). Bila seperti ini maka berarti Allah baharu, persis seperti makhluk-Nya (Na'udzu Billah), karena Allah berubah dari satu keadaan kepada keadaan yang lain, tentu hal ini mustahil atas Allah.
Dengan demikian MAKNA YANG BENAR dari ayat dalam Surat Yasin: 82 adalah sebagai ungkapan bahwa Allah Ta'ala maha Kuasa untuk menciptakan segala sesuatu tanpa lelah, tanpa kesulitan, dan tanpa ada siapapun yang dapat menghalangi-Nya. Dengan pengertian lain, bahwa bagi Allah Ta'ala sangat mudah untuk menciptakan segala sesuatu yang Ia kehendaki, sesuatu tersebut dengan cepat akan terjadi, tanpa ada penundaan sedikitpun dari waktu yang Ia kehendakinya.
Al-Imam al-Harari menuliskan:
وأما ما ذهبت إليه المجسمة من أن الله ينطق بالكاف والنون عند خلق كل فرد من أفراد المخلوقات هو سفه لا يقول به عاقل، لأنهم إن قالوا قبل إيجاد المخلوق ينطق الله بهذه الكلمة المركبة من كاف ونون فيكون خطابا للمعدوم، وإن قالوا إنه يقول ذلك بعد إيجاد الشيء فلا معنى لإيجاد الموجود. ويقال لهم الكاف والنون مخلوقان ما كانا موجودين في الأزل ولا يتصف بكلام حادث ولا بقدرة حادثة لأنه لو كان يتصف بصفة حادثة لكان مثل خلقه لأن الخلق يتصفون بصفة حادثة، فالإنسان أول ما يخرج من بطن أمه لا يتكلم ولا يعلم شيئا ثم يحدث له علم وكلام. المشبهة بسخافة عقولهم جعلوا الله مثل خلقه، لأن كل حادث مخلوق والخالق لا يجوز أن يكون حادثا ولا يجوز أن يتصف بصفة حادثة. اهـ [2]
“Adapun apa yang berpendapat kepadanya oleh kaum Mujassimah (golongan sesat berkeyakinan Allah sebagai jism/benda) bahwa Allah –menurut mereka– berkata-kata dengan kaf dan nun ketika Dia menciptakan setiap materi dari materi-materi para makhluk adalah pendapat bodoh yang tidak akan dikatakan oleh seorang yang berakal. Karena bila mereka berkata bahwa sebelum Allah menciptakan segala makhluk Dia berkata-kata dengan kalimat yang tersusun dari kaf dan nun maka berarti Allah berbicara kepada sesuatu yang tidak ada (nihil). Dan jika mereka berpendapat bahwa Allah berbicara kepada sesuatu yang sudah ada maka berarti itu tidak ada maknanya; karena dengan demikian berarti Dia mengadakan sesuatu yang sudah ada. Juga dijawab terhadap pendapat mereka; bahwa kaf dan nun itu adalah makhluk/ciptaan Allah. Keduanya tidak ada pada azal (azal; keberadaan tanpa permualaan). Allah tidak bersifat dengan sifat Kalam yang baharu, dan tidak berisfat dengan sifat Qudrah (kuasa) yang baharu. Karena bila Allah bersifat dengan sifat yang baharu maka Dia sama dengan makhluk-Nya; karena para makhluk bersifat dengan sifat yang baharu. Manusia, –misalkan– mula-mula ia keluar dari perut ibunya (dilahirkan) ia tidak dapat berbicara, dan tidak mengetahui suatu apapun. Kemudian terjadilah baginya sifat Ilmu (mengetahui) dan sifat Kalam (berbicara). Kaum Musyabbihah, karena kebodohan akal mereka menjadkan Allah seperti ciptaan-Nya. Karena setiap yang baharu adalah makhluk. Dan Pencipta (Allah) tidak boleh bagi-Nya baharu, dan tidak boleh bersifat dengan sifat yang baharu”.
[2] Ad-Dalil al-Qawim, h. 233
Posting Komentar untuk "Inilah Makna yang benar Kun Fayakun"